Laduni.ID, Jakarta – Dalam Kitab Tafsir Al-Baghawiy; Ma’alimut Tanzil, Imam Al-Baghawiy menafsirkan ayat 102 Surat As-Saffat, bahwa anak Nabi Ibrahim AS yang diperintahkan Allah SWT untuk disembelih adalah Ismail AS, bukan Ishaq AS.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
“Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.’”
Ketika anaknya (Ismail atau Ishaq?) mencapai usia di mana ia dapat berjalan dan bekerja bersama Ibrahim, Ibrahim bermimpi bahwa ia harus menyembelih putranya tersebut.
Al-Baghawiy mengutip, bahwa dalam penafsiran Ibn Abbas dan Qatadah, usia ini adalah ketika anaknya dapat berjalan bersama Ibrahim ke gunung. Mujahid mengatakan bahwa ini adalah ketika anaknya cukup dewasa untuk membantu Ibrahim dalam pekerjaannya, yaitu beribadah kepada Allah. Di sini ada perbedaan pendapat mengenai usia anak tersebut. Beberapa mengatakan bahwa dia berusia 13 tahun, sementara yang lain mengatakan 7 tahun.