Laduni.ID, Jakarta – Temuan benda arkeologis berupa dua batu andesit dengan sistim penguncian (locking system) di komplek Makam Sunan Ampel, Surabaya langsung mendapat perhatian wakil ketua DPRD Kota Surabaya, AH Thony.
Pada Selasa (14/12/2021) siang AH Thony, yang didampingi oleh pegiat sejarah, Chotib Ismail dari Ampel Heritage dan Nanang Purwono dari Begandring Soerabaia, langsung melihat benda-benda yang tergeletak di pelataran komplek bangunan baru yang berada di selatan Makam Sunan Ampel.
Selain dua batu andesit dengan bentuk dan dimensi yang umumnya terdapat pada struktur bangunan candi, di sana juga terdapat sebuah umpak, tiga lumpang batu dan empat gentong batu. Semua terbuat dari batu andesit.
Menurut Chotib Ismail, dua batu andesit dan umpak adalah benda-benda yang belum pernah dilihat sebelumnya di lingkungan Makam Sunan Ampel. Berbeda dengan gentong-gentong batu yang sebelumnya sudah menjadi tempat air minum bagi para peziarah ke Makam Sunan. Gentong-gentong batu ini kemudian diganti dengan gentong-gentong yang baru seiring dengan perbaikannya komplek Sunan Ampel. Sementara gentong-gentong lama diletakkan di plataran gedung baru yang sedang dibangun.
Ketika bertanya kepada salah satu pekerja bangunan mengenai asal mula ditemukannya dua batu andesit itu, si pekerja mengatakan bahwa kedua batu kuno dan satu umpak sudah berada di plataran bangunan baru yang akan dijadikan sebagai kantor masjid.
Kemudian perhatian AH Thony dan kedua pegiat sejarah (Chotib Ismail dan Nanang Purwono) tertuju pada benda keras yang sedang dipecah oleh pekerja ketika sedang menggali tanah. Ketika dilihat dengan teliti bahwa batu keras yang dipecah adalah batu jenis andesit yang berbentuk persegi. Sayang batunya sudah berkeping keping. Ketika dibandingkan dengan dua batu andesit yang sudah tergeletak di halaman bangunan, ternyata jenis batuannya sama, bertekstur kasar, keras dan berwarna hitam.
Sementara dalam liang galian, persis disebelahnya batu andesit yang telah dipecah, masih terdapat sebuah batu keras dengan dimensi panjang 80 cm, lebar 60 cm dan tebal 20 cm. Dimensi ini hampir sama dengan batu andesit sebelumnya yang memiliki sistim penguncian (Locking system).
Kemudian batu itu diangkat oleh pekerja dan setelah diamati, ternyata terdapat perbedaan warna. Warnanya kecoklatan, sementara batu batu andesit lainnya berwarna kehitaman. Batu ini terpendam sedalam sekitar 30 cm di bawah permukaan tanah.
Dengan ditemukannya batu andesit yang lengkap dengan sistim penguncian yang umumnya dijumpai pada struktur bangunan candi, seolah menjawab berbagai dugaan yang mengatakan bahwa masjid Ampel dibangun di atas bangunan suci agama Hindu.
Berita tentang pembangunan Masjid Ampel di atas bangunan suci Hindu sebagaimana ditulis oleh Moehamad Habib Moestopo dalam disertasinya “Kebudayaan Islam Masa Peralihan di Jawa Timur abad XV – XVI” yang diajukan untuk memperoleh gelar Doktor dalam bidang Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Arkeologi di bawah pimpinan Rektor Universitas Indonesia, Prof. Dr. dr. Asman Boedisantoso Ranakusuma, yang dipertahankan di hadapan Sidang Akademik Universitas Indonesia pada hari Rabu, 30 Agustus 2000 di Universitas Indonesia, Jakarta.
Melihat adanya benda-benda kuno yang diduga benda Cagar budaya, AH Thony berharap pihak pemerintah kota Surabaya bersama Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya segera melakukan penelitian dengan menggandeng Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan Jawa Timur.
“Para ahlinyalah yang akan bisa menentukan tentang keberadaan benda benda ini setelah dilakukan kajian arkeologis,” kata AH Thony.
Thony menambahkan bahwa masih ditemukannya benda-benda yang bersifat Hinduisme di komplek Sunan Ampel sesungguhnya merupakan wujud tindakan yang arif dalam sebuah proses transformasi oleh para leluhur.
Selain temuan batu andesit yang bersifat hindu, bahwa di pucuk atap masjid Ampel masih terdapat sebuah mahkota Majapahit yang bersifat Hindu. Sifat-sifat Hindu lainnya ada pada lima gapura Ampel yang bersifat paduraksa. Paduraksa adalah bangunan berbentuk gapura yang mempunyai atap, dan bangunan semacam ini umumnya terdapat pada komplek bangunan suci agama Hindu.
Keragaman sifat relegi dan benda benda arkeologi di komplek makam dan masjid Sunan Ampel adalah sebuah khasanah yang penting untuk dipelajari bagi bangsa yang berbhineka. Nenek moyang melalui karya arsitektur di komplek Sunan Ampel sesungguhnya telah memberi pesan kepada generasi penerus jaman untuk hidup bertoleransi di antara perbedaan.
Oleh: Nanang
Dikutip dari FB Begandring Soerabaia pada 21 Januari 2022
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/74140/sifat-hinduisme-di-komplek-masjid-sunan-ampel.html