Sisi Manusiawi Rasulullah Saw (3): Ketika Kanjeng Nabi Kecewa

Di dalam beberapa riwayat, disebutkan bahwa Nabi Muhammad pernah kecewa kepada umatnya. Salah satunya saat tragedi genjatan senjata antara orang musyrik dan umat Islam yang dikenal dengan “Suluh Hudaibiyah”. Sejarah masyhur tentang peristiwa genjatan senjata ini menjadi isyarah kemenangan umat Islam di kemudian hari.

Berawal dari sikap Nabi Muhammad untuk menyetujui dan mengabsahkan perjanjian damai tersebut, banyak umat Islam yang merasa kecewa kepada Nabi karena poin-poin dari perjanjian sangat merugikan umat Islam. (Muslim, Shahih Muslim:1043/3)

Setelah perjanjian itu sudah ditandatangani oleh Nabi, umat Islam mulai gaduh. Banyak yang bergumam mempersoalkan sikap Nabi. Bahkan Umar bin Khattab turut mempertanyakan keputusan yang diambil oleh Nabi karena dianggap merugikan. Tanpa segan Umar langsung pergi menghadap kepada Nabi untuk mengklarifikasi atau mendesak Nabi untuk membatalkan perjanjian yang sudah final.

Sempat terjadi diskusi alot antara Nabi dan Umar. Namun dengan keyakinan penuh Nabi membantah anggapan Umar. Sedangkan Abu Bakar menerima tanpa sepatah kata apapun. ia berkeyakinan bahwa Nabi tidak akan melanggar perintah Tuhannya. Umar pun nimbrung di tengah-tengah sahabat lainnya yang sedang merasa kecewa pula. (Al-Bkhari, Shahih Bukhari: 103/4)

Kegembiraan yang menghiasi rawut wajah umat Islam sebelum perjanjian seketika berubah galau dan menjadi gaduh. Sebelumnya talbiyah sudah dilafalkan dengan penuh khusuk kini tinggal desinagn-desingan kekecewaan karena tidak jadi bersua dengan kerabat-kerabat yang ada di Mekkah. Imbasnya, umat Islam tidak ada yang menanggapi perintah Nabi saat Nabi memerintahkan untuk bertahallul (mencukur rambut) dan membayar dam (menyambelih hewan).

Beliau berseru, “Berdirilah… kalian semua, lalu sembelihlah hewan kurban dan bercukurlah!”

Nabi terus berseru namun tidak ada yang menggubrisnya sampai beliau berseru memerintahkan bertahallul ketiga kalinya. Tapi tetap saja umat Islam tidak menggubris beliau. Orang-orang mukmin masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Baca juga:  Dua Wanita Hebat di Belakang Khalifah Harun Ar-Rasyid

Melihat keadaan itu, Nabi sangat menyesalkan perbuatan umatnya. Beliau lalu masuk ke kemah Ummu Salamah. Setelah Nabi masuk kamar,  Ummu Salamah menangkap geaegat rasa kecewa beliau dari raut wajahnya. Dengan hati-hati dan seyuman Ummu Salamah mencoba bertanya basa-basi supaya mengurangi beban pikiran Beliau. Nabi menjawab ketus, Celakalah orang-orang itu. kuperintahkan menyambelih dan mencukur rambut mereka semuanya apatis.

Mendengar keluh-kesah Nabi, suami yang dijanjikan oleh Allah sebagai ganti yang lebih baik dari Abu Salamah yang gugur diperang Badar, Ummu Salamah memberikan alasan-alasan kenapa merekan seperti itu agar Nabi kembali tenang, dan mengusulkan solusi untuk Nabi Muhammad. Ummu Salamah berkata dengan lembut (Sirah Nabawiyah ‘Ala dhaui al-Qur’an wa Sunnah: 3372);

يا نبي الله، اخرج، ثم لا تكلم أحدا منهم كلمة حتى تنحر بدنك، وتدعو حالقك فيحلقك.

“Ya… Nabi Allah, keluarlah engkau lalu jangan berkata-kata apapun kepada mereka sehingga engkau selesai menyambelih ontamu, dan panggillah tukang cukurmu untuk mencukurkan rambutmu.”

Mendengar usulan Ummu Salamah seolah Nabi mendapatkan inspirasi. Hati Nabi pun menjadi tenang kembali. Lalu Nabi melakukan saran dari istrinya itu. Setelah melakukan semuanya, orang-orang mukmin tersadar dari shok yang hinggap sebab perjanjian damai. Merekapun merasa menyesal dan berbondog-bondong melakukan apa yang dilakukan Nabi Muhammad saw. Satu sama lain mereka saling membantu untuk memotong rambutnya lalu secara serempak memohon maaf kepada Nabi. Secara kemanusiaan, para sahabatnya sangat dimaklumi karena mereka masih belum menerima sepenuhnya dengan hasil genjatan senjata itu yang membuatnya tidak dapat haji. Emosi Nabipun memang sewajarnya.

Baca juga:  Ibnu Sina dan Asal Usul Namanya yang Jarang Diketahui

Kekecewaan dalam ruang domestik

Meski Nabi Muhammad merupakan kepala keluarga terbaik sepanjang masa di panggung sejarah. Namun Nabi juga mengalami beberapa persoalan, ketegangan, dan perselisihan dalam keluarga beliau. Baik dari hal yang remeh-temeh seperti kecemburuan satu istri kepada istri lainnya, seperti ibunda Aisyah yang sensitif sekali soal percintaan, hingga masalah dalam sektor ekonomi keluarga. Walaupun dalam tutunan keagamaan untuk hidup sederhana dianjurkan, tidak dapat disangkal sifat kemanusiaan seringkali ingin hidup mewah atau minimal layak.

Pagi-pagi, semua istri Nabi berkumpul dalam satu ruangan seakan ingin “berdemo” meminta perhiasan dan nafkah yang layak sebagai permaisuri seorang pemimpin. Sementara Nabi duduk dengan penuh emosi dan amarah di tengah sekeliling para Ummul Mukminin karena desakan-desakan para istrinya. Namun Nabi tidak ingin bertindak lebih jauh, ia hanya berdiam diri terus mengontrol amarah emosinya yang meluap-luap. Di luar pintu, para sahabat sudah banyak yang menunggu.

Keadaan yang mencekam tidak menemukan titik temu antara kepala rumah tangga dan keluarganya itu, akhirnya Abu Bakar, seorang sahabat setia Nabi sekaligus mertua yang disegani meminta izin masuk. Setelah masuk, keherananpun muncul dari balik muka Abu bakar, Ia merasakan sesuatu yang tidak biasa. Sementara Nabi diam saja.

Tidak lama berselang, mertua yang lain juga meminta izin dari kerumunan para tamu yang menunggu di luar. Setelah minta Izin, Umar masuk. Sebagaimana yang dialami Abu Bakar, Umar juga merasakan bahwa Nabi sedang emosi. Maka ia beranesiatif untuk menghibur Nabi agar tidak terlepas dari jeratan amarahnya. Ia bertekad dan berkata;

Baca juga:  Perkawinan Soekarno: Melamar Istri Orang sampai Menikahi Perempuan Muhammadiyah

“Ya… Rasulullah, seandainya aku meliahat istri saya meminta nafkah padaku, lalu mndesak padaku maka aku akan memukul lehernya.”

Sontak Nabi tertawa lepas merasa terhibur dengan apa yang telah diucapkan oleh Umar bin Khattab. Lalu Nabi merespon dan bercurhat kepada kedua mertua sekaligus sahabat pilihan beliau. Nabi Bersabda;

هن حولي كما ترى يسألنني النفقة

“Mereka ini yang ada di sekelilingku (para Ummul Mukminin), sebagaimana kaulihat Umar. mereka mendesak minta nafkah (yang tidak ada) padaku.”

Mendengar curhatan Nabi Muhammad, Abu Bakar pun tahu asal-muasal pemasalahan yang terjadi. Karena saking cintanya kepada Nabi Abu Bakar akhirnya beranjak dan menarik Siti Aiysah lalu tanpa pikir panjang ia memukul (tidak keras) lehernya Siti Aisyah untuk memulihkan emosional Nabi karena Nabi bahagia tatkala mendengar cerita Umar. Demikian pula, Sayyidina Umar juga memukul anaknya Hafshah. Kedua orang tua itu, Sayyidina Umar dan Sayyidina Abu Bakar mendidik anak-anaknya masing-masing, keduanya memberi nasihat

“Janganlah Kamu (dan kalian istri-istri nabi secara umum) meminta sesuatu yang tidak dimiliki oleh Nabi.”

Sungguh potret sejarah ini, menujukan betapa manusiawinya Nabi Muhammad. Beliau patut diajungi jempol karena sangat demokratis dalam urusan rumah tangganya. Meski sempat emosi namun beliau tidak bertindak kasar sebagaimana para suami-suami zaman jahiliyah. Justru kedua bapaknya yang memberikan putusan.  Dan Allah pun memberikan andil dalam mendidik sifat kemanusiaan Nabi dan keluarga besar Beliau sebagaimana Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 28-29) yang turun setelah itu.

https://alif.id/read/mss/sisi-manusiawi-rasulullah-3-ketika-kanjeng-nabi-kecewa-b241988p/