Laduni.ID, Jakarta – Anak adalah anugerah dan titipan dari dari Allah SWT, kelak anak menjadi sebab tercurahnya pahala yang tak akan pernah putus, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Oleh karena itu, mari didik anak kita menjadi pribadi yang shaleh dan shalehah dengan cara membiasakan mereka datang ke masjid. Di masjid anak dapat belajar bagaimana shalat, berdoa, dan membaca Al-Qur’an.
Namun sangat disayangkan, masih banyak jamaah atau pengurus masjid yang tidak sabar dalam menghadapi perilaku anak. Mereka merasa bahwa kehadiran anak akan mengganggu kekhusyuan dalam beribadah, sehingga tak jarang para anak-anak akan dimarahi dan diusir dari masjid.
Imam Al-Ramli Al-Kabir dalam Hasyiah beliau terhadap kitab Asnal Mathalib menjelaskan:
أَفْتَى وَالِدُ النَّاشِرِيِّ بِأَنَّ تَعْلِيمَ الصِّبْيَانِ فِي الْمَسْجِدِ أَمْرٌ حَسَنٌ، وَالصِّبْيَانُ يَدْخُلُونَ الْمَسْجِدَ مِنْ عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – إلَى الْآنَ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ وَالْقَوْلُ بِكَرَاهَةِ دُخُولِ الصِّبْيَانِ الْمَسْجِدَ لَيْسَ عَلَى إطْلَاقِهِ بَلْ مُخْتَصٌّ بِمَنْ لَا يُمَيِّزُ لَا طَاعَةَ فِيهَا وَلَا حَاجَةَ إلَيْهَا وَإِلَّا فَأَجْرُ التَّعْلِيمِ قَدْ يَزِيدُ عَلَى نُقْصَانِ الْأَجْرِ بِكَرَاهَةِ الدُّخُولِ، وَالْحَاجَةُ قَدْ تَدْفَعُ الْكَرَاهَةَ
[الأنصاري، زكريا ,أسنى المطالب في شرح روض الطالب ,1/186]
“Al-Walid An-Nasyiri mengeluarkan fatwa bahwa pengajaran anak-anak di masjid adalah hal yang baik. Anak-anak bebas memasuki masjid sejak era Rasulullah SAW hidup hingga kini tanpa dipermasalahkan. Pendapat yang menyatakan makruh atas masuknya anak-anak ke dalam masjid tidak berlaku secara mutlak.
Kemakruhan ini berlaku hanya untuk anak-anak yang belum mumayyiz yang tidak melakukan ketaatan atau hajat di dalamnya. Tetapi pahala pengajaran anak-anak melebihi pengurangan pahala karena hukum makruh bagi anak-anak memasuki masjid. Sedangkan hajat terkadang bisa menghilangkan hukum makruh.”
Memarahi anak-anak di masjid tidak akan memberikan solusi, hal tersebut hanya akan menimpulakn dampak lebih parah, khususnya kepada anak. Trauma jangka panjang terhadap anak akan muncul, bahkan ketika anak sudah dewasa. Sebagaimana kisah dari Umar Abdul Kafi, penulis buku Al-Wadul Haq.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang laki-laki berusia sekitar 60 tahun, dia tidak melihat tanda-tanda sujud dalam diri laki-laki tersebut. Umar lalu bertanya kepada laki-laki tersebut, “Kapan terakhir kali Anda menghadapkan diri kepada Allah Ta’ala?” Laki-laki menundukkan pandangannya seraya berkata, “Sekitar lima puluh lima tahun silam. Saat usiaku lima tahun.”
Laki-laki itupun menceritakan kisah 55 tahun lalu, “Aku bergegas melakukan shalat bersama sahabat-sahabatku. Namun, ada seorang laki-laki dewasa yang mendatangiku sembari berkata ketus, ‘Enyahlah kalian! Berdirilah di sana (menunjuk arah luar masjid). Shalatlah di sana!’”
Bekas luka yang hingga dewasa sulit dihilangkan karena hardikan dari orang yang merasa dirinya suci. Padahal Islam melarang umatnya memarahi anak ketika di masjid. Kita semua mungkin sepakat bahwa ramai, bising, dan bermain di masjid adalah hal yang tidak baik, bahkan perlu untuk diluruskan. Namun bukan berarti menggunakan cara-cara yang tidak dibenarkan, sehingga menimbulkan trauma pada anak dan menjadikan masjid sebagai tempat menakutkan bagi anak.
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/74206/stop-membentak-dan-memarahi-anak-di-masjid.html