Laduni.ID, Jakarta – Sufi kekinian, tidak mungkin seorang sufi sibuk menyendiri (uzlah), sedang masyarakat membutuhkan uluran tangannya, melalui gerakan kebudayaan dan sosial keagamaan, tentu hal itu menjadi kontraproduktif dengan esensi dari ajaran tasawuf itu sendiri.
Ini merupakan kenyataan, bahwa praktik sufi tidak hanya bisa diasumsikan sebagai ibadah zuhud dan dzikir dalam pengertian ritual ansich. Dalam kondisi modern dan era teknologi informasi masakini, praktik sufi pun masih relevan dan bahkan sangat diperlukan, dengan catatan bahwa pengertiannya tidak sesempit yang dipahami sementara orang (mengasingkan diri dari komunikasi massa). Tetapi ia harus dijabarkan dalam arti yang kontekstual kontributif dalam ruang besar kehidupan dan problematikanya.
Baca Juga: Beginilah Cinta Menurut Pandangan Sufisme
Dalam kehidupan modern yang serba kompleks ini, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi begitu canggih dan mengelaborasi ke hampir seluruh kawasan dunia. Pada saat mana manusia harus berkelit dengan problem kehidupan yang serba materialistis. Hubungan antara manusia pada zaman modern juga cenderung “impersonal”, tidak akrab lagi antara satu dengan yang lain. Masyarakat tradisional yang guyub dikikis oleh gelombang masyarakat modern yang tembayan. Fenomena ini, membuat manusia semakin kehilangan jati dirinya. Kondisi demikian juga mengharuskan manusia untuk benar-benar eksis dan mampu bertahan serta mengendalikan dirinya, untuk kemudian tetap tegar dalam kepribadian berbasis kematangan spiritual.
Dalam hidup ini, yang dibutuhkan oleh manusia tak ada lain adalah ketenangan, ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin. Dan itu semua tidak banyak tergantung kepada faktor-faktor luar, seperti ekonomi, status sosial dan seterusnya, melainkan lebih tergantung kepada sikap hidup dan kedekatan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Baca Juga: Tarian Sufi #1: Gerakan Sufi Mengingat Kematian
Oleh sebab itu, mendekatkan diri dan meminta pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala (isti’anah dan istighatsah), tetap relevan dan satu keharusan agar memperoleh hidup sehat dan layak: jiwa yang seimbang, pribadi yg luhur dan hati yang tenang. Di sinilah makna sufisme itu: mengedepankan nilai ajaran agama, spiritualitas dan aspek esoteris yang menjadi benteng kepribadian, supaya terhindar dari hiruk pikuk materialisme dan hedonisme, terutama dalam kehidupan global yang penuh tantangan ini.
Seharusnya, seorang sufi tak hanya sibuk mementingkan diri sendiri, dengan melakukan berbagai macam riyadah untuk meningkatkan maqam-nya, tetapi juga senantiasa membimbing masyarakat menuju kebaikan.
Sufi di masa kini harus bisa beradaptasi dengan segala tantangan baru tanpa harus kehilangan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Sufi juga harus dimaknai secara luas sebagai ajaran moral guna mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala, meski beberapa amanah dan tanggungjawab terbalut dalam jiwa-raganya.
Semua orang bisa menjadi sufi di masa kini dgn mengambil inti dari ajaran-ajaran tasawuf, seperti : menamkan rasa cinta kepada Allah subhanahu wa ta’ala di mana dan kapan pun, takut akan murka Allah, senantiasa berharap kepada Allah bahwa rahmat dan taufiq-Nya, bersabar atas segala ujian berupa nikmat maupun musibah, jika kaya tidak tamak terhadap harta, untuk kepentingan umum dan agama, selalu berbaik sangka kepada Allah atas segala taqdir yang diberikan oleh-Nya, ikhlas dalam menjalankan ibadah mahdoh maupun ghairu mahdoh, selalu rendah hati meski memiliki pangkat dan jabatan yang tinggi.
Baca Juga: Tarian Sufi #2: Syekh Jalaluddin Ar-Rumy Pencetusnya
Apabila seseorang mengambil satu dari ajaran-ajaran tersebut, maka ia layak atau berpotensi menjadi seorang sufi dirimba modernitas. Sebenarnya, masih banyak lagi ajaran-ajaran tasawuf yang dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai tameng atas adanya ancaman eksternal yang bersembunyi di dalam ruang besar modernisasi.
Wallahu a’lam Semoga bermanfaat
———
Oleh: Al-Faqir gus Ahmad Zaini Alawi Khodim Jama’ah Sarinyala Kabupaten Gresik
Editor: Nasirudin Latif
https://www.laduni.id/post/read/72716/sufi-kekinian-dalam-problematika-modern.html