Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 128: Doa Ibrahim dan Ismail Setelah Bangun Fondasi Ka’bah

Setelah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail, selesai membangun fondasi Ka’bah, mereka berdua berdoa kepada Allah swt. Keduanya memohon kepada Allah agar mereka dan keturunannya diberi ketetapan dan konsisten dalam keimanan dan amal saleh. Doa keduanya diabadikan oleh Allah dalam surat al-Baqarah ayat 128.

Berikut teks, terjemahan, dan beberapa tafsiran ulama terhadap Surat Al-Baqarah ayat 128.

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَآ اُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَۖ وَاَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَاۚ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

Rabbanâ waj‘alnâ muslimaini laka wa min dzurriyyatinâ ummatan muslimatal laka wa arinâ manâsikanâ wa tub ‘alainâ, innaka antat-tawwâbur-raḫîm

Artinya: “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang berserah diri kepada-Mu, (jadikanlah) dari keturunan kami umat yang berserah diri kepada-Mu, tunjukkanlah kepada kami cara-cara melakukan manasik (rangkaian ibadah) haji, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 128)

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 128

Secara garis besar, ayat ini mengandung bahasan lanjutan dari doa Nabi Ibrahim as dan Nabi Isma’il as setelah mereka berdua selesai meninggikan fondasi Ka’bah, sebagaimana tertera dalam ayat sebelumnya (Surat al-Baqarah ayat 127).

Tafsir Imam Qurthubi

Menurut Imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya, pada redaksi رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ  ini, Nabi Ibrahim dan Isma’il as memohon (kepada Allah) ketetapan dan konsisten dalam keimanan dan amal saleh. Sedangkan pada redaksi, وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَآ اُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَۖ Nabi Ibrahim dan Ismail juga berdoa agar sebagian dari anak-cucunya dijadikan juga seperti mereka, yakni konsisten dalam keimanan dan amal saleh.

Lebih jauh, Imam Qurthubi juga mengatakan bahwa menurut satu pendapat, semua nabi hanya mendoakan dirinya dan umatnya saja, kecuali Nabi Ibrahim as. Sebab, selain beliau mendoakan dirinya dan umatnya, beliau pun mendoakan umat Islam (yang merupakan anak-cucunya).

Adapun yang dimaksud dari frasa, وَاَرِنَا (tunjukkanlah kepada kami) pada ayat ini adalah penglihatan mata. Namun menurut satu pendapat, yang dimaksud adalah penglihatan hati.

Lebih lanjut, Imam Qurthubi juga mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud dari kata manaasik dalam ayat ini. Berikut adalah kutipan dari perbedaan pendapat tersebut:

وَاخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي الْمُرَادِ بِالْمَنَاسِكِ هُنَا، فَقِيلَ: مَنَاسِكُ الْحَجِّ وَمَعَالِمُهُ، قَالَهُ قَتَادَةُ وَالسُّدِّيُّ. وَقَالَ مُجَاهِدٌ وَعَطَاءٌ وَابْنُ جُرَيْجٍ: الْمَنَاسِكُ الْمَذَابِحُ، أَيْ مَوَاضِعُ الذَّبْحِ. وَقِيلَ: جَمِيعُ الْمُتَعَبَّدَاتِ. وَكُلُّ مَا يُتَعَبَّدُ بِهِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى يقال له منسك ومسك. وَالنَّاسِكُ: الْعَابِدُ.

Artinya: “Para ulama berbeda pendapat mengenai apa yang dimaksud dari kata manaasik dalam ayat ini. Menurut satu pendapat, yang dimaksud adalah tempat-tempat dan tanda-tanda dalam pelaksanaan ibadah haji. Demikianlah yang dikatakan oleh Qatadah dan As-Suddi. Mujahid, Atha’ dan Ibnu Juraij berkata, “Yang dimaksud dengan manaasik adalah tempat-tempat penyembelihan,yakni lokasi penyembelihan.” Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud adalah semua tempat ibadah dan semua cara yang digunakan untuk beribadah kepada Allah swt. Isim makan dan isim alat untuk kata an-nusuk adalah mansak dan mansik. Adapun kata naasik (isim faa’ il), maknanya adalah orang yang melakukan ibadah.” (Imam Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, [Kairo, Darul Kutub Al-Mishriyyah: 1964], juz 2, hal. 126-128).

Tafsir Munir

Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dalam Tafsirul Munir, mengatakan bahwa perbuatan Nabi lbrahim dan Ismail as. ini dapat menjadi bimbingan kepada anak cucu mereka, sekaligus merupakan permohonan agar diberi keteguhan di atas ketaatan. Namun, hal ini tentunya bukan berarti bahwa mereka punya dosa, sebab para nabi itu maksum (terpelihara dari dosa). 

Dengan perbuatan tersebut, masih menurut Syekh Wahbah, mereka juga ingin menjelaskan kepada umat manusia -setelah mengetahui tata cara ibadah haji dan usai membangun Ka’bah, bahwa tempat-tempat tersebut adalah tempat untuk bersuci dan memohon tobat.

Lebih jauh, beliau juga mengatakan bahwa doa-doa ini mengajarkan kepada kita agar pada saat usai mengerjakan amal apapun, sebaiknya kita memohon supaya amal-amal itu diterima oleh Allah, berdoa agar diri kita dan anak cucu kita diberi kesalehan supaya Islam tetap lestari sepanjang masa dan agar terlihat ketundukan kepada Sang Pencipta langit dan bumi. Beliau juga mengatakan bahwa Allah swt telah menjadikan manasik haji sebagai tempat-tempat untuk membebaskan diri dari dosa dan untuk memohon rahmat dari Allah. (Syekh Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991 M], juz II, hal. 313-314).

Menurut Imam Maturidi, dalam frasa, وَتُبْ عَلَيْنَاۚ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ menunjukkan bahwa para nabi kadang kala luput melakukan sebuah kesalahan, namun bukan atas kehendak mereka sendiri. Selain itu, frasa tersebut juga menunjukkan bahwa seorang hamba akan ditanyai tentang kesalahan yang ia perbuat, baik sengaja ataupun tidak. (Abu Mansur al-Maturidi, Ta’wilat Ahlissunnah, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiah, 2005] juz 1, hal. 571)

Walhasil, dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa surat al-Baqarah ayat 128 tersebut mengandung bahasan seputar doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim as dan Ismail as setelah selesai membangun pondasi Ka’bah. Wallahu a’lam.

M. Ryan Romadhon, Alumnus Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo, Jawa Tengah

https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-128-doa-ibrahim-dan-ismail-setelah-bangun-fondasi-ka-bah-BZc57