Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 219: Fase Kedua Pengharaman Khamar dan Judi
Berikut teks, terjemahan dan beberapa penafsiran ulama terhadap Surat Al-Baqarah ayat 219. Surat Al-Baqarah ayat 219 mengandung bahasan perihal fase kedua pengharaman khamar dan judi.
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
Yas’alûnaka ‘anil-khamri wal-maisir, qul fîhimâ itsmun kabîrun wa manafi‘u lin-nâsi wa itsmuhumâ akbaru min-naf‘ihimâ, wa yas’alûnaka mâdzâ yunfiqûn, qulil-‘afw, kadzâlika yubayyinullâhu lakumul-âyâti la‘allakum tatafakkarûn
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir”. (QS. Al-Baqarah: 219)
Munasabah
Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dalam Tafsirul Munir, munasabah surat Al-Baqarah ayat 219 dengan ayat sebelumnya adalah sama-sama membahas tentang hal-hal yang dapat memperbaiki keislaman seorang Muslim. Bedanya, jika di ayat sebelumnya pada hal-hal yang sifatnya eksternal pada jiwa seorang Muslim (yakni pembahasan mengenai hukum-hukum peperangan), pada ayat 219 ini pada hal-hal yang sifatnya internal pada jiwa seorang Muslim (yakni pembahasan mengenai keharaman khamar dan judi). (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991 M], juz II, hal. 272).
Sababun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 219
Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dalam Tafsirul Munir mengutip Tafsir Bahrul Muhith mengatakan bahwa ayat يَسْئَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ini diturunkan berkaitan dengan sahabat Umar ra., Mu’adz bin Jabal, dan sekelompok dari kaum Anshar yang pada waktu itu mendatangi Nabi Muhammad saw. seraya berkata, “Berikan fatwa kepada kami mengenai khamar dan judi, sebab keduanya melenyapkan akal dan merampas harta.” Kemudian Allah swt. menurunkan ayat ini. (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991 M], juz II, hal. 270).
Lebih lanjut, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dalam Tafsirul Munir mengutip Tafsir Bahrul Muhith mengatakan bahwa ayat وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ini diturunkan berkaitan dengan sekelompok sahabat yang pada waktu itu mendatangi Nabi Muhammad saw. seraya bertanya, “Kami tidak tahu mengenai harta mana yang diperintahkan untuk diinfakkan.” Lalu Allah swt. menurunkan ayat ini. (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991 M], juz II, hal. 271-272).
Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 219
Ayat 219 Surat Al-Baqarah memuat dua bahasan utama, yakni perihal fase kedua pengharaman khamar dan judi serta mengenai menginfaki harta.
Bahasan Pertama, yakni tentang fase kedua pengharaman khamar dan judi. Ayat 219 Surat Al-Baqarah menjelaskan keharaman khamar dan judi untuk yang kedua kalinya. Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dalam Tafsirul Munir fase pengharaman khamar terdiri menjadi empat fase. Berikut adalah keempat fase pengharaman khamar beserta ayat Al-Quran yang berkaitan dengannya:
1. Fase pertama di mana khamar halal bagi kaum Muslim dan mereka boleh meminumnya. Adapun ayat Al-Quran yang berkaitan dengannya adalah surat an-Nahl ayat 67:
وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
Artinya: “Dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti.” (QS. an-Nahl: 67)
2. Fase kedua di mana khamar mulai ‘sedikit’ diharamkan namun belum secara tegas. Sebab, pada ayat 219 Surat Al-Baqarah, meskipun khamar disebut sebagai ‘dosa besar’, namun juga menyebutkan beberapa manfaatnya, sehingga menjadikan para sahabat pada waktu itu terbagi menjadi dua kelompok pemahaman yang berbeda. Sebagian meninggalkan meminum khamar, dan sebagian lain masih saja meminum khamar dengan alasan mengambil manfaatnya.
Adapun ayat Al-Quran yang berkaitan dengannya adalah surat Al-Baqarah Ayat 219 yang menjadi pembahasan dalam artikel ini:
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.” (QS. Al-Baqarah: 219)
3. Fase ketiga di mana khamar mulai diharamkan, namun hanya ketika hendak melaksanakan shalat. Adapun ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengannya adalah surat An-Nisa’ ayat 43:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati shalat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk.” (QS. An-Nisa’: 43)
4. Fase keempat di mana khamar dan judi secara tegas diharamkan. Adapun ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengannya adalah surat Al-Maidah ayat 90-91:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS. Al-Maidah: 90-91) (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991 M], juz II, hal. 270-271).
Lebih jauh, Imam Fakhrudin ar-Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib berpendapat bahwa hikmah di balik bertahap dalam fase pengharaman khamar adalah karena Allah swt mengetahui bahwa masyarakat umum pada waktu itu sangat senang sekali meminum khamar, sehingga ketika diharamkan secara langsung (dengan tanpa adanya tahapan), maka tentunya akan terasa berat bagi mereka. (Fakhrudin ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’ Turats al-‘Arabi: 1420 H), juz. 6, hal. 396)
Bahasan Kedua, mengenai harta yang hendaknya diinfakkan. Allah berfirman:
وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ
Artinya: “Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, “(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).”
Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dalam Tafsirul Munir, para sahabat pada waktu bertanya kepada Nabi Muhammad saw mengenai harta yang mana sebenarnya yang sebaiknya diinfakkan berdasarkan perintah Allah swt dalam firman-Nya surat Al-Baqarah ayat 195:
وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ
Artinya: “Berinfaklah di jalan Allah.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Lalu, kemudian Allah swt. menurunkan ayat tersebut guna menjelaskan bahwa yang diinfakkan adalah kelebihan dari harta, artinya tidak perlu mengeluarkan harta yang dibutuhkan, misalnya ketika kita bersedekah, maka kita akan kelaparan. (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991 M], juz II, hal. 279).
Imam Fakhrudin ar-Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib mengutip pernyataan para bijak bestari menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘kelebihan’ dalam ayat tersebut adalah proporsional, yakni tidak terlalu berlebihan baik saat mengeluarkan harta ataupun ketika menyimpannya. Sebab, terlalu berlebihan mengeluarkan harta dinamakan boros. Oleh karena itu, tindakan yang baik adalah bersikap proporsional, seperti yang dinyatakan oleh ayat tersebut dengan redaksi ‘kelebihan’. (Fakhrudin ar-Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut, Darul Ihya’ Turats al-‘Arabi: 1420 H), juz. 6, hal. 403)
Di akhir ayat 219 ini, Allah menutupnya dengan kalimat:
كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
Artinya: “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir.” (QS. Al-Baqarah: 219)
Maksudnya, merujuk penjelasan Syekh Wahbah, seperti halnya Allah swt telah menjelaskan tentang hukum khamar dan judi serta mengenai menginfaki harta. Allah juga akan menjelaskan hukum-hukum lainnya dalam Al-Quran, agar manfaat dan maslahatnya terasa.
Hal tersebut, lanjut Syekh Wahbah, agar kita mau berfikir, baik mengenai permasalahan yang ada kaitannya dengan dunia maupun akhirat, serta agar kita lebih bisa mengatur keuangan. Antara uang mana yang akan digunakan sebagai kemaslahatan saat hidup di dunia dan mana yang akan diinfakkan guna mendapatkan kebahagiaan di akhirat. (Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1991 M], juz II, hal. 279-280). Wallahu a’lam.
M. Ryan Romadhon, Alumnus Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo, Jawa Tengah