Tafsir Surat Az-Zukhruf Ayat 36: Bahaya Qarin yang Menemani Manusia
Surat Az-Zukhruf ayat 36 memberikan peringatan keras bagi mereka yang berpaling dari ajaran Allah SWT, yaitu Al-Qur’an. Ayat ini menjelaskan bahwa bagi mereka yang lalai dan tidak memedulikan petunjuk Allah, setan akan senantiasa menyertai mereka sebagai teman karib. Setan ini, yang dikenal sebagai qarin, akan selalu menggoda, menyesatkan dan menjauhkan mereka dari jalan kebenaran serta mendorong mereka ke jurang kemaksiatan.
Qarin ini bukan sekadar bayangan, melainkan entitas nyata yang memiliki pengaruh kuat terhadap pikiran dan hati manusia. Ia akan terus membisikkan keraguan, kesombongan, dan hawa nafsu, serta menghalangi mereka untuk menerima kebenaran dan hidayah Allah. Sejatinya, konsekuensi dari memiliki qarin ini sangatlah berbahaya. Manusia yang tergoda oleh bisikan setan ini akan semakin jauh dari Allah dan semakin terjerumus dalam dosa dan keburukan. Hati mereka akan menjadi keras dan tertutup, sehingga mereka tidak mampu menerima nasihat dan petunjuk Allah.
Allah berfirman dalam Surat Az-Zukhruf Ayat 36:
وَمَنْ يَّعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمٰنِ نُقَيِّضْ لَهٗ شَيْطٰنًا فَهُوَ لَهٗ قَرِيْنٌ
wa may ya‘syu ‘an dzikrir-raḫmâni nuqayyidl lahû syaithânan fa huwa lahû qarîn
Artinya: “Siapa yang berpaling dari pengajaran (Allah) Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an), Kami biarkan setan (menyesatkannya). Maka, ia (setan) selalu menemaninya.”
Tafsir Al-Misbah
Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan, ayat ini menjelaskan perbedaan antara orang-orang bertakwa dan orang-orang yang berpaling. Allah tidak menginginkan semua manusia terjerumus dalam kesesatan akibat melimpahnya kekayaan. Oleh karena itu, Allah tidak menjadikan semua manusia bergelimang dalam kekayaan, meskipun dunia dan segala isinya tidak bernilai di sisi-Nya. Dia membagi-bagi rezeki sesuai dengan kebijaksanaan-Nya dan memberikan pengajaran kepada umat manusia untuk kebahagiaan mereka.
Bagi mereka yang mengindahkan peringatan-Nya, Allah akan mendukung mereka dengan menugaskan malaikat untuk membantu mereka. Namun, bagi mereka yang berpaling dari pengajaran ar-Rahman, yaitu Tuhan yang melimpahkan rahmat-Nya, Allah akan membiarkan mereka dalam kesesatan. Mereka yang berpaling dari peringatan Allah SWT tidak memperhatikan kandungan Al-Qur’an dan akibatnya Allah membiarkan setan menyesatkan dan menguasai mereka. (Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Ciputat: Lentera Hati, 2002], Jilid II,halaman 566).
Setan yang diutus kepada orang-orang yang berpaling dari peringatan Allah menjadi teman yang selalu menyertainya. Mereka tidak mampu melepaskan diri dari pengaruh setan selama terus berpaling dari peringatan Allah. Setan-setan ini mendorong untuk melakukan berbagai kedurhakaan dan memperindah kedurhakaan tersebut, sehingga mereka terjerumus lebih dalam ke dalam dosa dan kesesatan.
Setan-setan ini benar-benar menghalangi jalan yang benar. Mereka menggoda manusia untuk berpaling dari tuntunan Allah dan menjadikan kedurhakaan tampak menarik dan menggiurkan. Akibatnya, banyak yang berpaling dari tuntunan Allah dan menyangka bahwa mereka berada di jalan yang benar padahal sesungguhnya mereka sedang tersesat.
Allah dengan jelas menunjukkan bahwa peringatan dan petunjuk-Nya adalah untuk kebahagiaan manusia. Namun, mereka yang mengabaikan peringatan tersebut akan tersesat dan berada di bawah kendali setan yang menjadi teman dekat mereka. Setan selalu mendorong pada kedurhakaan dan menjauhkan manusia dari jalan yang benar hingga menyangka bahwa mereka telah mendapat petunjuk yang mantap, padahal sedang berada dalam kesesatan yang nyata.
Lebih lanjut, lafadz “يَّعْشُ” (ya‘syu) yang berasal dari kata “عشوَة” (al-‘asywah) yang berarti rabun, baik siang maupun malam. Rabun ini menggambarkan kondisi seseorang yang belum sepenuhnya buta, tetapi sudah sulit melihat. Dalam konteks ayat ini, kata “يَّعْشُ” juga digunakan untuk menggambarkan tindakan yang dilakukan tanpa dasar dan kejelasan, yang berarti bahwa seseorang bertindak tanpa petunjuk yang jelas.
Kata “نُقَيِّضْ” (nuqayyidh) dalam ayat ini diambil dari kata “qaidh al-baidh,” yang merujuk pada kulit atau selaput yang mengelilingi sisi dalam telur. Objek yang dikelilingi ini sepenuhnya dikuasai, menggambarkan seseorang yang terkurung dan tidak bebas, harus selalu mengikuti kehendak teman setannya (qarin). Penggunaan kata ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh qarin dalam mengendalikan individu tersebut.
Kata “قَرِيْنٌ” (qarin) berasal dari kata “قَرِن” (qarana) yang berarti menemani atau menyertai. Dalam ayat ini, qarin merujuk pada setan yang selalu menyertai seseorang dan berusaha menjerumuskannya. Penggunaan bentuk tunggal untuk kata qarin dan “له” (lahu) mengisyaratkan bahwa setiap individu yang enggan mengikuti tuntunan agama akan memiliki qarin. Ini menekankan bahwa setiap orang memiliki qarin yang berusaha menyesatkannya.
Dalam konteks ini, Nabi Muhammad menjelaskan bahwa setiap orang memiliki qarin berupa setan yang ditetapkan oleh Allah. Ketika sahabat bertanya apakah hal ini juga berlaku untuk Nabi, beliau menjawab bahwa Allah telah melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau sehingga beliau selamat dan setannya memeluk Islam. Ini menunjukkan bahwa meskipun setiap orang memiliki qarin, rahmat Allah dapat melindungi dan memberikan petunjuk yang benar.
وعن ابن مسعود رضي الله عنه : قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : ” ما منكم من أحد إلا وقد وكل به قرينه من الجن ، وقرينه من الملائكة : . قالوا : وإياك يا رسول الله ؟ قال : وإياي ، ولكن الله أعانني عليه فأسلم ، فلا يأمرني إلا بخير
Artinya: “Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tidak seorang pun di antara kalian kecuali dia telah diwakilkan kepadanya seorang pendamping dari jin dan seorang pendamping dari malaikat. Para sahabat bertanya: Dan engkau pun wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Dan aku pun, tetapi Allah telah menolongku terhadapnya sehingga dia Islam. Maka dia tidak memerintahkanku kecuali dengan kebaikan.” (HR Muslim)
Dengan demikian, ayat ini mengingatkan kita akan pentingnya petunjuk dan rahmat Allah dalam kehidupan. Tanpa petunjuk yang jelas, seseorang akan mudah disesatkan oleh qarin-nya. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah dan memohon petunjuk-Nya agar terhindar dari pengaruh negatif qarin.
Tafsir Al-Munir
Syekh Dr Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan, Surat Az-Zukhruf ayat 36 diturunkan sebagai respons atas peristiwa konfrontasi antara Abu Bakar dan Thalhah bin Ubaidillah, salah satu pemuka Quraisy, di awal masa Islam. Kisah bermula ketika orang-orang Quraisy berencana untuk menyerang para sahabat Nabi Muhammad SAW. Mereka menugaskan Thalhah untuk menghadapi Abu Bakar. Thalhah pun mendatangi Abu Bakar dan mengajaknya menyembah berhala al-Lata dan al-Uzza.
Abu Bakar, dengan penuh keyakinan, menanyakan kepada Thalhah tentang identitas kedua berhala tersebut. Pertanyaan ini membuat Thalhah dan rekan-rekannya terdiam dan tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan. Ketidakmampuan Thalhah dan rekan-rekannya untuk menjawab pertanyaan Abu Bakar menunjukkan kesesatan dan kebingungan mereka dalam beragama. Mereka menyembah berhala tanpa memiliki pemahaman yang jelas tentangnya.
Terdiamnya Thalhah dan rekan-rekannya menjadi titik balik dalam peristiwa ini. Thalhah akhirnya mengakui keesaan Allah SWT dan kenabian Muhammad SAW. Pengakuan iman ini disaksikan oleh Abu Bakar. Peristiwa ini kemudian menjadi salah satu sebab turunnya Surat Az-Zukhruf ayat 36. Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT akan membiarkan setan menemani orang-orang yang berpaling dari petunjuk-Nya. Turunnya ayat ini menjadi pengingat bagi umat Islam untuk selalu teguh dalam keimanan dan menjauhi perbuatan syirik.
Lebih lanjut, Syekh Wahbah Zuhaili mengatakan ayat ini menegaskan bahwa orang yang mengetahui kebenaran Al-Qur’an namun dengan sengaja mengabaikannya, telah menempatkan diri mereka dalam kesesatan. Mereka bagaikan orang yang buta hati, tidak mampu melihat kebenaran dan memilih untuk mengikuti hawa nafsu duniawi.
Mengabdikan diri pada dunia dan segala kenikmatannya digambarkan sebagai penyakit yang merusak penglihatan. Awalnya, seseorang mungkin hanya terpesona oleh dunia, namun lama kelamaan hal ini dapat membutakan mereka dari kebenaran dan mengantarkan mereka pada kehancuran.
Ayat ini sejalan dengan ayat lain dalam Al-Qur’an, yaitu Surat Fussilat [41] ayat 25, yang menjelaskan bahwa orang-orang yang tersesat telah dipengaruhi oleh setan yang membujuk mereka dengan kenikmatan duniawi dan janji-janji palsu.
وَقَيَّضْنَا لَهُمْ قُرَنَاۤءَ فَزَيَّنُوْا لَهُمْ مَّا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَحَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِيْٓ اُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۚ اِنَّهُمْ كَانُوْا خٰسِرِيْنَ
Artinya: “Kami menetapkan bagi mereka teman-teman (dari setan) yang memuji-muji apa saja yang ada di hadapan (nafsu dan kelezatan dunia) dan di belakang (angan-angan) mereka. Tetaplah atas mereka putusan (azab) bersama umat-umat yang terdahulu sebelum mereka dari (golongan) jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang rugi.”
Menurut riwayat dalam Sahih Muslim dan lainnya, setiap Muslim memiliki qarin (teman yang selalu menyertai) dari golongan jin. Setan mengalir dalam diri manusia bersama aliran darah dalam tubuhnya. Setan tersebut menjadi rekan yang selalu menyertainya di dunia, menghalanginya dari perkara halal, mendorongnya kepada perkara haram, mencegahnya dari ketaatan, dan memerintahkannya melakukan kemaksiatan.
Selain itu, setan tersebut akan menjadi temannya di akhirat yang menyertainya dalam siksa. Abu Sa’id Al-Khudri menyatakan bahwa ketika orang kafir dibangkitkan, ia dipasangkan dengan rekannya dari golongan setan, yang akan terus menyertainya hingga ke dalam neraka.
Misi para setan sangatlah berbahaya, sehingga menuntut sikap waspada terhadap segala bentuk bisikan dan godaan mereka. Setan-setan tersebut menghalang-halangi manusia dari jalan petunjuk, hingga menyebabkan orang-orang kafir mengira bahwa mereka adalah golongan yang mendapatkan petunjuk. Ada yang mengatakan bahwa orang-orang kafir mengira setan-setan tersebut mendapatkan petunjuk, sehingga mereka mematuhi setan-setan itu.
Oleh karena itu, setiap Muslim harus waspada terhadap godaan setan dan berusaha untuk tetap berada di jalan yang benar. Setan selalu berusaha menjauhkan manusia dari kebenaran dan mendorong mereka ke dalam kemaksiatan. Dengan tetap berpegang teguh pada ajaran agama dan selalu memohon perlindungan kepada Allah, seorang Muslim dapat menjaga dirinya dari godaan dan tipu daya setan.
إن مهمة الشياطين خطيرة تستوجب الحذر من وساوسهم وإغواءاتهم، فهم يصدرون الناس عن سبيل الهدى، حتى يخيل للكفار ويجعلهم يظنون أنهم مهتدون. وقيل: ويحسب الكفار أن الشياطين مهتدون، فيطيعونهم
Artinya: “Misi para setan sangatlah berbahaya yang menuntut sikap waspada terhadap segala bentuk bisikan dan godaan mereka. Setan-setan itu menghalang-halangi manusia dari jalan petunjuk hingga menyebabkan orang-orang kafir mengira merekalah golongan yang mendapatkan petunjuk. Ada yang mengatakan, orang-orang kafir mengira bahwa setan-setan tersebut mendapatkan petunjuk sehingga mereka mematuhi setan-setan tersebut.” (Syekh Wahbah Zuhaili. Tafsir Al-Munir, [Beirut: Darul Kutub al-Mu’ashirah, 1991], Jilid XXV, halaman 154).
Tafsir Bahrul Ulum
Sementara itu, Syekh Abu Laist as-Samarqandi, dalam kitab Tafsir Bahrul Ulum menjelaskan, Surat Az-Zukhruf ayat 36 berbicara tentang konsekuensi bagi mereka yang berpaling dari peringatan Allah. Ayat ini menyatakan:وَمَنْ يَّعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمٰنِ (Dan barang siapa berpaling dari peringatan Tuhan Yang Maha Pemurah) yang menurut Al-Kalbi berarti berpaling dari iman dan Al-Quran, yaitu tidak beriman.
Dikatakan pula bahwa orang yang buta matanya dari peringatan Tuhan Yang Maha Pemurah akan mendapatkan balasan yang setimpal. Abu Ubaidah menambahkan bahwa orang yang matanya gelap dari peringatan Tuhan juga termasuk dalam kategori ini.
Selanjutnya, Allah berfirman, نُقَيِّضْ لَهٗ شَيْطٰنًا فَهُوَ لَهٗ قَرِيْنٌا (Kami jadikan baginya setan Maka, ia [setan] selalu menemaninya) yang berarti Allah menetapkan setan untuk orang yang berpaling sebagai balasan dari sikapnya yang mengabaikan peringatan Allah. Setan ini akan menjadi teman yang selalu menyertainya di dunia, menghiasi kesesatan baginya. Ayat ini menegaskan bahwa setan akan selalu berada di sisi orang tersebut, seolah-olah mereka terikat dalam satu rantai yang tidak terpisahkan, baik di dunia maupun di neraka.
ويقال: نجعل له شيطاناً فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ يعني: يكون له صاحباً في الدنيا، فيزين له الضلالة. ويقال: فهو له قرين. يعني: قرينه في سلسلة واحدة، لا يفارقه. يعني: فِي النَّارِ
Artinya: “Dan dikatakan: Kami akan menjadikan setan untuknya, sehingga ia menjadi teman yang selalu menyertainya, yang berarti ia akan menjadi sahabatnya di dunia, sehingga menghiasi kesesatan baginya. Dan dikatakan: maka ia adalah teman yang selalu menyertainya. Yang berarti: temannya dalam satu rantai, tidak meninggalkannya. Artinya: di neraka.” (Syekh Abu Laist as-Samarqandi, Tafsir Bahrul Ulum, [Beirut: darul Kutub Ilmiyah, 1993], Jilid III, halaman 258).
Oleh karena itu, ayat ini menjadi pengingat penting bagi kita semua untuk selalu berpegang teguh pada Al-Qur’an dan petunjuk Allah SWT. Kita harus senantiasa menjaga hati dan pikiran dari bisikan setan dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, berzikir, dan melakukan amalan-amalan saleh lainnya. Dengan selalu dekat dengan Allah dan menjauhi maksiat, kita dapat terhindar dari bahaya qarin dan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Wallahu a‘lam.
Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, Tinggal di Ciputat.