Tahun 683-684 M: Peradaban di Belahan Dunia di Masa Khalifah Muawiyah bin Yazid dari Bani Umayyah

Laduni.ID, Jakarta – Periode tahun 683-684 M merupakan rentang waktu yang sangat menarik untuk dipelajari lebih lanjut, terutama dalam konteks sejarah peradaban Islam dan dunia pada masa itu. Terdapat banyak peristiwa penting yang memiliki dampak besar dalam pembentukan arah peradaban Islam dan dunia pada masa itu. Dengan memahami lebih dalam tentang periode ini, kita dapat menggali wawasan yang berharga mengenai kebijakan politik, perkembangan agama dan sosial, serta dampaknya terhadap masyarakat pada masa itu.

Mari kita telusuri beberapa peristiwa sejarah menarik yang terjadi dalam periode tahun 683 hingga 684 Masehi untuk memahami betapa pentingnya periode tersebut dalam membentuk kehidupan dunia yang kita nikmati hari ini.

Di Jazirah Arab, telah terjadi peristiwa bersejarah, yakni peristiwa pengepungan Makkah yang terjadi pada bulan September–November 683 M, adalah salah satu pertempuran yang mengawali perang Fitnah Kedua. Kota Makkah adalah tempat perlindungan bagi Abdullah bin Al-Zubair, yang merupakan salah satu penantang paling terkemuka untuk suksesi kekhalifahan Umayyah Yazid I. Setelah dekat Madinah, kota suci Islam lainnya, juga memberontak melawan Yazid, penguasa Bani Umayyah mengirim pasukan untuk menaklukkan Arab.

Tentara Umayyah mengalahkan Madinah dan merebut kota itu, tetapi Makkah bertahan dalam pengepungan selama sebulan, di mana kala itu Ka’bah dirusak dan dibakar. Pengepungan berakhir ketika berita datang tentang kematian mendadak Yazid. Komandan Umayyah, Husayn bin Numayr Al-Sakuni, setelah dengan sia-sia mencoba membujuk Abdullah bin Al-Zubair untuk kembali bersamanya ke Suriah dan diakui sebagai Khalifah, berangkat dengan pasukannya. Abdulldah bin Al-Zubair tetap tinggal di Makkah selama perang saudara, tetapi dia segera diakui sebagai Khalifah di sebagian besar dunia Muslim. Baru pada tahun 692, Bani Umayyah dapat mengirim pasukan lain yang kembali mengepung dan merebut Makkah untuk mengakhiri perang saudara.

Tahun 684 M, di saat pergantian Khalifah di Bani Umayyah, yaitu pergantian Khalifah Muawiyah bin Yazid yang wafat kemudian digantikan oleh Khalifah Marwan bin Hakam. Di waktu tersebut terdapat peristiwa bersejarah lainnya, yaitu Pertempuran Marj Rahith. Sebuah pertempuran yang terjadi karena pemberontakan yang dipimpin oleh Abbullah bin Al-Zubair terhadap kekuasaan Bani Umayyah.

Panglima Al-Hushain dari Suriah, dalam upayanya menaklukkan pasukan Abdullah bin Al-Zubair di Makkah, mengalami jalan buntu. Mereka sepakat gencatan senjata setelah wafatnya Khalifah Yazid bin Muawiyah. Kedua pasukan bersatu, bahkan menunaikan umrah bersama. Namun, saat bertemu di Ka’bah, Al-Hushain menawarkan Abdullah menjadi khalifah di Suriah, akan tetapi ditolak oleh Abdullah. Muawiyah bin Yazid, khalifah Suriah, mundur setelah tiga bulan memerintah karena tidak merasa layak. Ia menjalani kehidupan uzlah dan meninggal dalam usia 23 tahun.

Abdullah bin Al-Zubair menolak tawaran untuk pergi ke Suriah dan memutuskan tinggal di Hijaz. Seiring perpecahan di wilayah Suriah, dukungan terhadap Abdullah bin Al-Zubair semakin luas, bahkan hampir menguasai istana Bani Umayyah yang kritis. Meskipun ditawari untuk pergi ke Suriah, Abdullah tetap berpegang pada Hijaz, dipengaruhi oleh peristiwa yang menimpa Husain bin Ali. Saat di Kota Makkah Abdullah membangun kembali Baitullah setelah bentrokan dengan pasukan Al-Hushain, menetapkan ulang Hajar Aswad di bangunan baru Ka’bah. (Hepi Andi Bastoni, Sejarah Para Khalifah, 2008).

Baca juga: Tahun 680-683 M: Jejak Peradaban Dunia di Masa Khalifah Kedua Bani Umayyah

Sementara itu di Nusantara pada periode 683-684 Masehi, terdapat sejumlah peristiwa sejarah yang menarik untuk diselidiki lebih lanjut, dan dapat memberikan wawasan berharga tentang perkembangan dinamika masyarakat dan budaya di wilayah tersebut di masa lampau.

Di Jawa Barat, terdapat Pemerintahan Raja Wretikandayun, Kerajaan Galuh berkembang pesat dalam perdagangan dan pemerintahan, memunculkan masa keemasan bagi kerajaan tersebut. Meskipun hubungan dengan Kerajaan Sunda kadang tegang karena persaingan politik dan ekonomi, Kerajaan Galuh tetap mempertahankan relevansinya sebagai kekuatan utama di wilayah tersebut.

Di bawah kepemimpinan yang bijaksana dari Maharaja Suradarma Jayaprakosa, Kerajaan Galuh menjadi pusat kebudayaan dan keagamaan, menarik banyak tokoh intelektual dan spiritual yang berkontribusi pada perkembangan seni, sastra, dan agama Hindu-Buddha. (Aditia Asmara, Kerajaan Galuh dan Sistem Sosial Pada Masyarakat Kampung Adat Kuta, 2022)

Di Jawa Tengah, terdapat Kerajaan Kalingga, yang juga dikenal sebagai Kerajaan Holing, berdiri di pantai utara Jawa Tengah pada awal abad ke-7. Dipimpin oleh Prabhu Kartikeyasingha, kemudian diteruskan oleh Ratu Shima setelah suaminya wafat. Ratu Shima dikenal sebagai penguasa yang keras namun adil, menjaga keamanan kerajaan dengan hukum yang tegas, termasuk hukuman potong tangan bagi pencuri.

Kebijakan ketegasannya terkenal sampai ke India, di mana orang Arab menaruh pundi-pundi emas di jalanan Kalingga yang tidak disentuh selama tiga tahun. Meskipun putranya tidak sengaja menginjaknya, Ratu Shima mempertahankan hukuman tetapi mengubahnya menjadi pemotongan jari kaki sebagai peringatan bagi penduduk. Karena keputusan tegasnya, Kalingga terhindar dari serangan Raja Ta-shih dari China yang akan menyerang Pulau Jawa. Di bawah pemerintahannya, Kalingga mencapai kejayaan, menguasai perdagangan di pantai utara dan menjaga hubungan dengan China. (Widya Lestari Ningsih, Sejarah Pemerintahan Ratu Shima di Kerajaan Kalingga, 2022).

Di Sumatera, Dapunta Hyang Sri Jayanasa, pendiri dan raja pertama Kerajaan Sriwijaya, Informasi tentang masa pemerintahannya berasal dari Prasasti Kedukan Bukit, yang ditemukan di Palembang, dan bertanggal sekitar tahun 683 M. Prasasti tersebut mencatat bahwa pada tanggal 23 April 682 Masehi, Dapunta Hyang naik perahu dari suatu tempat untuk bergabung dengan tentaranya yang baru menaklukkan Minanga.

Kemudian, pada 19 Mei, ia memimpin 20.000 tentara kembali ke ibu kota dengan sukacita setelah kemenangan, tiba di Muka Upang pada 16 Juni. Sesampainya di ibu kota, ia memerintahkan pembangunan sebuah wihara sebagai tanda syukur. Prasasti Kedukan Bukit adalah bukti keberhasilan ekspedisi militer Dapunta Hyang, yang membuktikan kekuatan dan pengaruh Sriwijaya di wilayah tersebut. (Ahmad Yanuana Samantho, Kronologi Sejarah Pulau Jawa 10.000 SM – 2017, 2017).

Baca juga: Tahun 634-644 M: Bagaimana Peradaban Dunia di Masa Kekhalifahan Umar bin Khattab?

Di Eropa pada periode 683-684 M, terdapat Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium, dengan pusatnya terletak di Kota Konstantinopel. Selama masa pemerintahannya Konstantinus IV memegang kendali atas Kekaisaran Bizantium dalam periode yang penting sejarahnya. Namun, puncak ketenarannya terletak pada masa pengepungan Arab di Konstantinopel pada tahun 674 M. Meskipun Arab mencoba menguasai kota selama lima tahun dengan kekuatan besar, Bizantium berhasil bertahan berkat benteng-benteng yang kokoh dan senjata rahasia mereka yang paling terkenal, yaitu Api Yunani.

Meskipun demikian, di samping kemenangan ini, pemerintahan Konstantinus IV tidak selalu sukses di semua bidang. Namun demikian, pemerintahannya memiliki dampak penting dalam menstabilkan Kekaisaran Bizantium pada masa yang sulit, mempertahankan pengaruh Kristen di Timur, dan menciptakan fondasi bagi kebangkitan kembali kekayaan dan kejayaan Bizantium di bawah kepemimpinan kaisar-kaisar yang akan datang. Sebagai hasil dari upaya Konstantinus, warisan Bizantium menjadi lebih kokoh dan berkelanjutan di tengah tekanan politik dan militer yang terus-menerus. (Mark Cartwright, Constantine IV, 2018)

Baca juga: Tahun 644-656: Jejak Peradaban Dunia di Masa Pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan

Di daratan China pada periode tahun 683-684 M, Kaisar Zhongzong (Li Xian) adalah Kaisar keempat Dinasti Tang, memerintah pada 684 M. Putra Kaisar Gaozong dan Maharani Wu, Kaisar Zhongzong digulingkan oleh ibunya sendiri setelah dua bulan memerintah. Dan kembali memerintah pada tahun 705 sampai 710. setelah ibunya digulingkan. Meskipun sebagai kaisar, kekuasaannya terbatas karena dipengaruhi oleh Permaisuri Wei dan Wu Sansi. Dicurigai diracuni oleh Permaisuri Wei, Kaisar Zhongzong meninggal pada 710. Usaha Wei untuk menetapkan putranya sebagai kaisar gagal, karena kudeta dilakukan oleh Putri Taiping dan keponakannya, Kaisar Xuanzong. Setelah itu, Kaisar Ruizong dipulihkan sebagai kaisar selanjutnya. (Sysilia Tanhati, Wu Zetian, Selir yang Menyingkirkan Kaisar dan Mengakhiri Dinasti Tang, 2023)

Baca juga: Tahun 661-680 M: Jejak Peradaban Dunia di Era Khalifah Pertama Bani Umayyah

Pemaparan di atas memberikan gambaran singkat tentang kondisi dunia pada periode tahun 683 hingga 684 M. Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan pentingnya pemahaman akan sejarah masa lalu. Penggalian informasi mengenai periode ini diharapkan dapat memberikan wawasan baru yang bermanfaat bagi mereka yang ingin mengetahui lebih dalam tentang peradaban sejarah dunia.

Dalam konteks Dinasti Umayyah Khalifah Muawiyah bin Yazid dalam sejarah Islam, terdapat peristiwa besar lainnya di berbagai belahan dunia yang patut diketahui, seperti Peristiwa Pertempuran Marj Rahit, keberadaan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara, eksistensi Kekaisaran Byzantium, dan pergantian pemerintahan Kaisar Dinasti Tang di China.

Dengan mempelajari peristiwa-peristiwa tersebut, kita dapat lebih memahami perkembangan sejarah dunia dan membentuk pengetahuan yang penting bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Harapannya, hal ini dapat menjadi pembelajaran dan menginspirasi semangat positif, sehingga mendorong lahirnya generasi yang unggul dan berkualitas di masa depan.

Laduni.ID akan mengupas artikel-artikel paralel lintas peradaban di masa-masa lainnya.[]

Penulis: Muhamad Ali Mustofa

Editor: Hakim

https://www.laduni.id/post/read/525787/tahun-683-684-m-peradaban-di-belahan-dunia-di-masa-khalifah-muawiyah-bin-yazid-dari-bani-umayyah.html