Laduni.ID, Jakarta – Pada tahun 685 Masehi, kondisi pemerintahan Bani Umayyah di tanah Arab sedang mengalami masa kesulitan. Hal ini disebabkan oleh berbagai peristiwa yang menimbulkan keraguan di kalangan umat Muslim terhadap kepercayaan pada Bani Umayyah.
Ketidakstabilan politik dan konflik internal, serta kebijakan yang kontroversial yang diambil oleh pemerintah, telah menggerus kepercayaan rakyat terhadap khalifah Bani Umayyah.
Dalam situasi seperti itu, sudah jelas bahwa Islam mengalami kelemahan dari segi militer karena sibuk menghadapi berbagai pemberontakan, termasuk pemberontakan di wilayah Hijaz oleh Abdullah bin Zubair. Fokus pemerintahan Bani Umayyah untuk menangani pemberontakan internal mengurangi daya dukung mereka dalam pertahanan terhadap ancaman dari luar.
Sementara itu, perubahan mulai terjadi di Kekaisaran Romawi Timur. Kaisar sebelumnya telah digantikan oleh penerusnya. Setelah kematian Konstantinus IV, anak sulungnya, Justinian II, naik takhta sebagai kaisar.
Kaisar Baru
Sumber-sumber sejarah menyatakan bahwa Justinian II naik tahta pada usia 16 tahun. Dia memiliki ambisi yang besar untuk mengembalikan kejayaan Kekaisaran Romawi pada masa lalu. Memanfaatkan situasi sulit yang dihadapi oleh Bani Umayyah, Justinian II dan pasukannya melakukan serangkaian serangan kecil terhadap wilayah kekuasaan mereka
Salah satu daerah yang menjadi target mereka adalah Armenia dan Iberia yang telah dikuasai oleh Bani Umayyah. Pada tahun 686 Masehi, Justinian II mengirim panglima militernya yang bernama Leontinus untuk melakukan kampanye di daerah tersebut dengan tujuan mengembalikannya ke dalam kekuasaan Kekaisaran Romawi bersama dengan kehadiran Kaisar yang baru.
Dengan cepat, Justinian menerima kabar baik bahwa Armenia dan Iberia berhasil ditaklukkan. Penaklukan tersebut memberikan tekanan yang signifikan pada kekuasaan Bani Umayyah.Serangan-serangan yang dilancarkan secara masif membuat Khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 687 Masehi terpaksa melakukan perjanjian damai.
Menurut perjanjian tersebut, Bani Umayyah harus membayar upeti yang besar kepada Kekaisaran Romawi Timur, yang mencakup: 465.000 keping emas, 365 kuda, dan 360 budak.
Perjanjian damai tersebut juga mengatur pengelolaan wilayah Cyprus, Armenia, dan Iberia oleh kedua pihak. Wilayah-wilayah tersebut menjadi wilayah bersama yang dikelola oleh Kekaisaran Romawi Timur dan Bani Umayyah.
Penyerangan ke Berbagai Daerah
Ambisi Justinian II benar-benar ingin direalisasikan. Pada tahun 689 Masehi, Kekaisaran Romawi Timur melancarkan serangan-serangan ke berbagai wilayah, termasuk Slavia dan Bulgaria, di mana ia memperoleh kemenangan. Selain itu, Justinian II juga mencoba untuk memperkuat kekuasaannya di wilayah Afrika Utara.
Lebih buruknya lagi, pada tahun ini Kekhalifahan telat untuk membayar pajak yang telah mereka janjikan kepada Romawi. Konsekuensi dari hal tersebut membuat daerah Cyprus, Armenia, dan Iberia dikuasai penuh oleh pihak Romawi.
Konsili Quinisext
Pada tahun 692 Masehi terjadi peristiwa Konsili Quinisext. Tujuan utama dari Konsili Quinisext adalah menyusun kanon-kanon (hukum gereja) dan keputusan-keputusan sinodal (keputusan gereja yang diajukan dalam konsili) tentang berbagai hal termasuk disiplin gerejawi, praktik ibadah, pernikahan, dan kehidupan monastik.
Namun, Konsili Quinisext tidak diakui oleh Gereja Katolik Roma. Salah satu alasan utama adalah karena beberapa keputusannya bertentangan dengan praktik-praktik yang diakui oleh Gereja Barat.
Sebagai contoh, Konsili Quinisext mendukung praktik minum anggur mentah selama Ekaristi, sedangkan Gereja Katolik Roma telah memutuskan untuk menggunakan anggur yang dicampur dengan air.
Merasa tidak menghormati kaisar, Justinian II mengeluarkan surat perintah terhadap Paus Gereja Roma, wwalaupun akhirnya mereka tidak menuruti apa yang diperintahkan Justinian dan malah berbalik memberontak di kemudian hari.
Konsili Quinisext ini nantinya menciptakan kerenggangan antara Kekaisaran Byzantium dengan Gereja Roma.
Pembalasan dari Bani Umayyah
Ketika Bani Umayyah telah berhasil menumpas gerakan pemberontak yang dipimpin oleh Abdullah bin Zubair pada tahun 692 M. Khalifah Abdul Malik bin Marwan segera melakukan serangan balas terhadap Romawi. Kekhalifahan bahkan merelakan harta yang begitu banyak untuk menyogok orang-orang Slavia untuk memberontak kepada Kekaisaran.
Pemberontakan itu sangat tidak menguntunkan bagi Kekaisaran, menyebabkan mereka kalah dalam berbagai serangan yang dilancarkan Kekhalifahan. Karena geram, dengan sadis Justinian II membunuh semua orang-orang slavia yang berada di wilayahnya.
Peristiwa ini mengembalikan daerah Armenia dan Iberia dibawah kekuasaan Kekhalifahan.
Pemberontakan
Serangan pasukan Bani Umayyah meyebabkan kerugian yang lumayan besar terhadap Byzantium. Menanggapi hal ini, Justinian II meningkatkan pajak secara signifikan kepada masyarakat untuk menutupi kerugian kekaisaran.
Kebijakan tersebut memicu pemberontakan terhadap pemerintahannya. Pada tahun 695 Masehi, Leonitus memimpin pemberontakan, menangkap pejabat-pejabat negara, dan kemudian membakar mereka hidup-hidup.
Justinian II berhasil lolos dan diasingkan, namun sebagai hukuman, hidungnya dipotong setengah, yang menyebabkan dia mendapat julukan “The Slid-Nose”. []
Sumber:
1. History Maps
2. Youtube Ancient Sight: Constantine IV and Justinian II
———
Penulis: Muhammad Iqbal Rabbani
Editor: Hakim