Laduni.ID, Jakarta – Pada awal abad ke-9 Masehi, Kekaisaran Bizantium tengah berada dalam situasi yang rumit secara politik dan militer. Kaisar Nicephorus I, yang berkuasa dari tahun 802 Masehi, memiliki ambisi besar untuk memperluas kekaisaran dan memperkuat otoritasnya. Pilihan Nicephorus ada dua, antara melawan Kekhalifahan atau Bulgaria yang pada masa itu semakin kuat dan bersatu di bawah kekuasaan Khan Krum.
Nicephorus I lebih memilih Bulgaria karena secara peta dunia, wilayah Bulgaria jauh lebih dekat dibanding dengan kekhalifahan, apalagi pada masa itu Baghdad sedang mengalami perang saudara antara kedua anak Harun Ar-Rasyid, ia memilih hal yang lebih urgent dekat wilayahnya. Ketegangan ini akhirnya memuncak menjadi konflik terbuka ketika Nicephorus memutuskan untuk melancarkan invasi besar-besaran pada tahun 811 Masehi, sebuah keputusan yang kelak dikenang sebagai salah satu bencana terbser dalam sejarah militer Bizantium.
Ibukota Pliska
Tidak main-main, Nicephorus mengumpulkan ribuan pasukan, semua pasukan yang tersedia ia panggil, tidak tekecuali pasukan Romawi yang berada di Anatolia. Sehingga ia berhasil mengumpulkan lebih dari 50.000 ribu prajurit, jumlah yang cukup untuk menginvasi sebuah wilayah.
Pasukan besar itu kemudian bergerak menuju utara dari Ibukota Bizantium. Ketika telah memasuki wilayah Bulgaria, Khan Krum terkejut dengan jumlah pasukan yang dibawa Romawi begitu besar. Krum segera mengirimkan utusannya untuk melakukan perjanjian damai dengan Nicephorus.