Hampir tengah malam dia menelpon. Biasanya memang sebatas teks dalam Whatsapp. Singkat, padat. Kalau agak crowded, kami bertemu di warung kopi sewaktu sama-sama di Surabaya.
Malam itu dia mengisahkan kader muda IPPNU. Mahasiswi semester awal yang mengikuti kelas jurnalistik, dan mulai magang sebagai kontributor NU Online Jatim.
“Operasinya ditanggung BPJS. Tempat tinggal juga sudah disediakan komunitas hati. Dia hanya butuh dukungan mental. Dia ingin dikunjungi ketua IPPNU. Nyuwun tulung sampaikan ke Ketum IPPNU ya mas,” pinta Cak Ipul yang masuk daftar duka dalam sepekan ini.
Anak magang yang dikader Cak Ipul berasal dari desa terpencil daerah bukit berbatu di Blitar. Ia mengindap kelaian jantung, dan seharusnya diambil tindakan operasi di tahun 2021. Namun karena covid, jadwal operasi ditunda hingga tahun lalu.
Cak Ipul mengunjungi kampung anak didiknya. Sempat ragu untuk sampai ke rumahnya. “Istriku awalnya ngga berani. Jalannya bebatuan, terjal. Wes bismillah wae” dia meyakinkan. Pertemuan berlangsung. Cak Ipul diamanati sebagai “bapak asuh” oleh orang tuanya.
Cak Ipul, Syaifullah Ibnu Nawawi meninggal hari ini di RSAL Surabaya setelah menjalani perawatan cukup lama. Kabar dia pindah inap dari RS Jombang aku terima persis saat dalam perjalanan menuju Jakarta. Menyesal memang. Ini adalah kali sekian peristiwa tilik yang tersalip kematian.
Cak Ipul adalah prototipe senior yang tak sebatas mendidik. Lebih dari itu, dia berusaha menyelesaikan berbagai kerumitan. Dia tidak pernah membahas jenis mobil, apalagi soal popularitas. Dia jejeg dan memang sungguh-sungguh setiap memegang media.
Aku belum sanggup membayangkan bagaimana dirinya mengelola dua media besar di waktu bersamaan. Ngemper di kantor PWNU, berhari malam di kantor ngedit, menyiapkan majalah terbit. Tak terhitung berapa langkah dia berburu liputan.
Bebannya makin besar. Ngga tanggung-tanggung karena dia juga harus memikirkan biaya operasional. Semua dikerjakan tanpa keluhan. Hari ini dia kembali. Dia telah mewariskan banyak kebaikan.
Cak Ipul adalah prototipe senior yang tak sebatas mendidik. Lebih dari itu, dia berusaha menyelesaikan berbagai kerumitan. Dia tidak pernah membahas jenis mobil, apalagi soal popularitas. Dia jejeg dan memang sungguh-sungguh setiap memegang media.
Aku belum sanggup membayangkan bagaimana dirinya mengelola dua media besar di waktu bersamaan. Ngemper di kantor PWNU, berhari malam di kantor ngedit, menyiapkan majalah terbit. Tak terhitung berapa langkah dia berburu liputan.
Bebannya makin besar. Ngga tanggung-tanggung karena dia juga harus memikirkan biaya operasional. Semua dikerjakan tanpa keluhan. Hari ini dia kembali. Dia telah mewariskan banyak kebaikan.
*) Direktur Operasional NU Online & Pengurus LTN PBNU