Laduni.ID, Jakarta- Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun. Kabar duka kembali menyelimuti warga Nahdliyin. Tokoh fiqih perempuan Nahdlatul Ulama, Prof Dr. Hj Huzaemah Tahido Yanggo telah wafat. Perempuan kelahiran Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) itu adalah pakar fiqih perbandingan madzhab dan tercatat sebagai perempuan Indonesia pertama yang mendapatkan gelar doktoral dari Universitas Al-Azhar, Mesir dengan predikat cum laude di tahun 1981.
Setelahnya, Prof. Hj Huzaemah turut mewarnai diskursus mengenai dinamika hukum Islam di Indonesia. Beragam pendapat dan pemikirannya kerap dikutip dan menjadi rujukan oleh generasi berikutnya. Tapak karir akademiknya, Prof Huzaemah tercatat pernah memegang pelbagai jabatan bergengsi di sejumlah perguruan tinggi agama. Seperti Pembantu Dekan I di Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Indonesia (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Direktur Program Pascasarjana Institut Ilmu al-Quran (IIQ) dan sekaligus Rektor Institut Ilmu Alquran 2014-2018. Ia juga menjadi anggota Komisi Fatwa MUI sejak tahun 1987, menjadi anggota Dewan Syariah Nasional MUI sejak 1997 dan sejak 2000. Jelang usia senja, Prof Huzaemah menjabat rektor IIQ, Jakarta untuk masa jabatan 2018-2022 dan juga guru besar di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Selain di MUI, semasa hidupnya, Prof. Dr. Huzaimah juga tercatat pernah aktif di sejumlah organisasi. Seperti Ketua Ketua Pengurus Besar Persatuan Wanita Islam al-Khairat di Palu, sejak 1996, Ketua Pusat Pembelajaran Wanita IAIN Jakarta pada tahun 1994 hingga 1998, anggota Pokja MENUPW tahun 1992 hingga 1996, dan terakhir menjadi A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk masa khidmat 2015-2020.
Ketua Koordinasi Dakwah Islam (KODI) DKI Jakarta, Ustadz Jamaluddin Fuad Hasyim, yang pernah menjadi mahasiswanya menuturkan kenangan dan pandangannya terhadap Prof Hj.Huzaemah.
“Pagi ini begitu mendung, bahkan turun gerimis. Matahari seperti enggan memancarkan sinarnya, terhalang oleh selubung awan tebal. Alam memberi tanda. Ternyata kabar itu jawabannya. Seorang singa ulama wanita Indonesia wafat, meninggalkan segudang karya dan kenangan. Beliau Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, MA, bagian dari sedikit ulama fiqih perempuan negeri ini. Dari tangannya lahir banyak doktor, bahkan sebagian lainnya sudah menjadi profesor. Bukan hanya sibuk di kampus, beliau yang berangkat dari keluarga besar Al-Khairat Palu Sulteng itu juga aktif di dua organisasi terbesar dan bergengsi, MUI dan Nahdlatul Ulama. Puluhan tahun beliau mengawal Komisi Fatwa MUI dan mengikuti sekian Muktamar NU di forum-forum bahtsul masailnya,” tulis pria yang akrab disapa Ustadz Jamal mengawali penuturannya, yang diterima redaksi Laduni.ID, Jumat, 23 Juli 2021.
Bunda, begitulah sapaan muridnya terhadap Prof. Hj. Huzaemah. Dalam pandangan Ustadz Jamal, walau usianya tidak lagi muda, tetapi dalam mengajar serta memberikan bimbingan, beliau adalah sosok yang lugas dan tegas, utamanya mengenai ketelitian dalam mengutip sumber dari hadist. Namun, lanjut Ustadz Jamal, gemblengan beliau membuahkan hasil. “Saat kuliah pertama, beliau senang ketika saya bisa membaca dengan baik Hasyiyata Qalyubi wa ‘Umairah, kitab fiqih yang lumayan kelas berat, sekaligus saya syarah dalam Bahasa Arab. Beliau senang karena mahasiswa yang lain cenderung menerangkan dalam bahasa Indonesia. Beliaupun selalu memberi nilai baik dalam setiap hasil tugas saya. Saat S2 Syariah UIN, saya ingat betul bagaimana beliau mewanti-wanti agar pengutipan hadits harus dicantumkan kitab haditsnya, bukan sekedar dari buku referensi. Hal ini memaksa mahasiswa melakukan takhrij hadits langsung dari sumbernya. Saya setuju ini sebagai disiplin akademis, apalagi bagi mahasiswa syariah yang akan bergelut dengan soal hukum. Ketegasan dibarengi sikap ilmiah beliau akan selalu terkenang,” lanjut Ustadz Jamal yang pernah merasakan bagaimana Prof. Hj. Huzaemah mendidik dirinya.
Ia menilai, apa yang dilakukan oleh Prof Hj. Huzaemah tidak lain untuk menjaga tradisi para ulama terdahulu yang disiplin dan menghargai sanad (alur) keilmuan. Menurut Ustadz Jamal, sosok Prof Huzaemah, adalah figur pemikir Islam yang kontekstual dan dapat meneguhkan pemikiran ke-Islamannya diantara modernisasi dan tradisi. Dengan kata lain, modernisasi tidak lantas memberangus akar tradisi keilmuan, apalagi mencampakkan Qur’an dan hadist.
“Posisi beliau meskipun di dunia akademis namun sangat menjaga tradisi ilmiah para ulama terdahulu, dan bisa dikatakan beliau adalah “penjaga” tradisi fiqih di UIN Jakarta ditengah kecendrungan pemikiran ke Barat oleh banyak murid-muridnya. Selamat jalan Bunda, jasamu dan nasihatmu akan selalu kukenang semoga kami dapat meneruskan perjuanganmu. Allahumma ighfir laha wa irhamha wa ‘afiha wa u’fu ‘anha.. Al-Fatihah,” tutup Ustadz Jamal.
Editor : Ali Ramadhan