Tren Halal: Mengenal Tradisi Pangan Halal dan Haram dari Masa ke Masa

Fenomena halal-haram  akhir-akhir ini ramai menjadi perbincangan publik. Mulai dari jilbab halal, kulkas halal sampai kasus kontroversial es krim dengan merk Mixue yang harus mendapatkan sertifikasi halal serta anggur nabidz (wine) yang mendapatkan labelisasi halal.

Memang isu halal sedang menjadi trend global yang berkembang pesat. Pertumbuhan dan diaspora muslim ke berbagai negara, menyebabkan banyak yang “Log In” Islam. Global Muslim Travel Index yang diterbitkan Mastercard and Crescent Rating pada tahun 2022, jumlah umat muslim di dunia sebanyak 2 miliar dan tersebar di sekitar 200 negara dengan tingkat pertumbuhan konsumsi barang atau jasa halal mencapai US$ 218,8 miliar di tahun 2017.

Memang halal memiliki dampak positif bagi peningkatan ekonomi dan bisnis global. Namun, beberapa kasus di atas, seolah menyadarkan kita atas dilematisasi fenomena halal dan haram yang terjadi di negara Indonesia Ini.

Lalu bagaimana sih halal bisa berkembang se-massif ini dan adakah bukti bahwa barang gunaan seperti jilbab dan kulkas juga harus berlabel halal.

Awal Mula Regulasi Halal dan Haram Muncul

Aturan atau regulasi tentang halal dan haram ternyata sudah ada semenjak awal mula manusia diciptakan, bahkan sebelum manusia diturunkan ke muka bumi ini, yaitu di era Nabi Adam dan Siti Hawa di surga.

Sebagaimana firman Tuhan dalam al-Qur’an Surah al-A’raf ayat 19-20 berikut ini:

وَيٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلَا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ

Artinya; Allah berfirman; Hai Adam engkau dan istrimu di surga (ini). Lalu,  makanlah apa saja yang kamu berdua sukai dan janganlah kamu berdua mendekati pohon satu ini, hingga kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطٰنُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وُرِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْءٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَا مَلَكَيْنِ اَوْ تَكُوْنَا مِنَ الْخٰلِدِيْنَ

Artinya; Maka setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya yang berakibat tampak pada keduanya sesuatu yang tertutup dari aurat keduanya. Ia (setan) setan berkata: tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-orang yang kekal (dalam surga).

Pangan Halal di Beberapa Agama

Dalam buku  karya Febe Armanios, Bogac Ergene berjudul  “Halal A History Food”, menjelaskan bahwa halal dan haram telah ada sebelum agama Islam ada, yakni tahun 6000 SM dalam ajaran agama Yahudi dan Nasrani. Kitab Taurat dan Injil atau alkitab telah melarang umatnya untuk memakan makanan yang berasal dari daging babi, landak, kelelawar, biawak, bangkai, darah dan lain sebagainya (Imamat 11;17;14).

Selain itu dalam ajaran agama tersebut juga memberikan prosedural dalam mengonsumsi makanan yang berasal dari unsur hewani yang diperbolehkan yaitu dengan cara menyembelihnya (Kis;11;5-10).

Penjelasan berkaitan dengan klasifikasi makanan yang diperbolehkan dan yang dilarang dalam agama Yahudi dan Nasrani  dipertegas melalui firman Allah dalam al-Qur’an surah al-An’am ayat 146 sebagai berikut;

وَعَلَى الَّذِيْنَ هَادُوْا حَرَّمْنَا كُلَّ ذِيْ ظُفُرٍۚ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُوْمَهُمَآ اِلَّا مَا حَمَلَتْ ظُهُوْرُهُمَآ اَوِ الْحَوَايَآ اَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍۗ ذٰلِكَ جَزَيْنٰهُمْ بِبَغْيِهِمْۚ وَاِنَّا لَصٰدِقُوْنَ

Artinya; Atas orang-orang Yahudi kami mengharamkan semua hewan yang berkuku. Kami mengaharamkan pula atas mereka lemak sapi dan domba atau kambing, kecuali yang melekat di punggungnya, yang ada dalam isi perutnya atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Sesungguhnya kami Maha Benar.

Namun, kaum Nasrani yang hadir belakangan telah mengubah ketetapan ajaran agamanya, termasuk aturan tuhan terkait makanan halal dan haram. Bahkan kaum Nasrani mengatakan bahwa semua yang suci halal untuk orang yang suci, dan semua yang masuk dalam mulut tidak bisa menajiskan mulut, yang dapat menajiskan mulut ialah apa yang keluar dari mulut. Pernyataan tersebut berimplikasi pada halalnya babi bagi kaum mereka. (Qordhowi, Halal Haram, 1993).

Dalam tradisi Mesir Kuno yang hidup sekitar tahun 5000 SM. Mereka ambivalen dan agak meremehkan terhadap babi, karena selain telah disebutkan dalam ajaran agama Yahudi, Kristen dan Islam, para kaum bangsawan Mesir kuno  memandang bahwa babi sebagai makhluk yang menjijikkan yang dibuktikan dengan tulisan Yunani kuno bahwa Herodotus menganggap babi najis; Philo mengutuk mereka sebagai “kaum sofis yang tidak bermoral”; dan Plutarch mengatakan bahwa babi itu najis.

Dalam Islam regulasi kriteria makanan haram dan haram terabadikan dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 173 sebagai berikut:

اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِه لِغَيْرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Pangan Halal di Era Modern

Di era modern, khususnya di negara Indonesia regulasi halal, yang pada waktu itu dengan cara melabeli produk dengan tulisan “Haram” telah ada sejak tahun 1976 melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 280/Men.Kes/Per/XI/1976. (Devid, Dinamika Regulasi, 2020).

Namun, seiring dengan canggihnya teknologi dan alat produksi modern olahan yang mengandung babi dan bahan haram lainnya sulit diidentifikasi, puncaknya seorang pakar teknologi pangan Universitas Brawijaya Dr. Ir. Tri Susanto pada tahun 1987 ternyata ada 34 produk makanan dan minuman yang beredar di Indonesia mengandung bahan haram seperti lemak babi dan sejenisnya. (Halalsumut, 2023). Kasus terbaru, hasil temuan dari BPOM MUI tahun 2017 bahwa ada dua varian mie instan Nongshim  dan Ottogi yang berasal dari Korea mengandung unsur babi. (Kultsum, Dampak Label Halal, 2018). Oleh karenanya, melalui beberapa temuan kasus di atas pemerintah Indonesia membuat regulasi ketat tentang produk yang beredar di wilayah Indonesia, sebagaimana amanat Undang-Undang No. 33 tahun 2014.

Katalog Buku Alif.ID

https://alif.id/read/imf/tren-halal-mengenal-tradisi-pangan-halal-dan-haram-dari-masa-ke-masa-b248281p/