Kemajemukan Indonesia adalah fakta yang tak dapat dihindari. Kebinekaan terdapat dalam pelbagai ruang kehidupan, termasuk dalam kehidupan beragama. Pluralitas tidak hanya terjadi pada lingkup kelompok sosial yang besar (negara), tetapi juga dalam lingkup kecil seperti rumah tangga, sekolah, bahkan kampus/perguruan tinggi, termasuk itu perguruan tinggi keagamaan.
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) sering kali dianggap sebagai tempat di mana nilai-nilai keislaman yang kental dan begitu mendominasi. Praktik baik moderasi beragama yang muncul sebagai kekuatan penghubung membawa mahasiswa dan seluruh masyarakat kampus dari berbagai latar belakang keagamaan bersama-sama untuk membentuk komunitas yang damai dan inklusif. Bisakah? Seperti apa potretnya?
UIN Raden Mas Said Surakarta dan Multikulturalisme Solo
UIN Raden Mas Said Surakarta adalah salah satu PTKIN di Indonesia. Kampus ini sering kali diidentikkan dengan kampus yang kental akan kebudayaan dan tradisi. Sebab, Solo sendiri memang telah disebut-sebut sebagai kota budaya dengan slogannya yang begitu populer “The Spirit of Java”. Belum lagi ditambah dengan adanya Keraton Surakarta dan Keraton Kartasura yang lokasinya begitu dengan UIN Said ini. Maka, tak heran manakala secara alamiah, tradisi, kebudayaan, kepercayaan, dan nilai-nilai agama pun dengan berbagai heterogenitasnya begitu kuat melekat di kampus ini.
Di sisi lain, kota Solo atau Surakarta sendiri terbuat dari berbagai keberagaman atau multikulturalisme yang kaya, mulai dari budaya, suku, dan agama. Semua itu justru menjadi kekuatan penghubung, sekaligus memperkaya kehidupan masyarakat setempat. Tidak hanya itu, bahwa dalam konteks kota ini—meskipun Solo memiliki sejarah sebagai pusat kebudayaan Jawa, kota ini juga mencerminkan keragaman yang mencakup berbagai tradisi dan etnis. Salah satu ciri khas multikultural Solo adalah keberagaman agama.
Meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam, terdapat pula komunitas Kristen, Hindu, dan Budha yang hidup berdampingan dengan damai. Gereja, kuil, dan pura menjadi bagian integral dari lanskap kota, menciptakan gambaran keharmonisan antarumat beragama. Lalu, bagaimana upaya kampus ini dengan seluruh civitas akademiknya merepresentasikan kota Solo, dengan bungkus praktik baik moderasi beragama sebagai representasi dari wajah kampus islam yang baik?
Warna-warni UKM Seni dan Praktik Baik Moderasi Beragama di UIN Raden Mas Said.
Warna-warni moderasi beragama di lingkungan UIN Raden Mas Said Surakarta yang termanifestasi dalam UKM Seni begitu Kaya, di Kampus ini ada beberapa UKM Seni, sebut saja misalnya, UKM Teater Siraj, UKM Seni Rupa dan Desain (SRD), UKM Musik GAS 21, UKM Sentra (Tari), dan masih banyak lagi. Tidak hanya itu, di dalam mata kuliah pun ada Prodi Sastra Inggris, Fakultas Adab dan Bahasa, sebut saja misalnya, mata kuliah Intercultural Communiation, Film Studies, POP Culture. Semua itu memberikan ruang gerak dan ekspresi kepada mahasiswa, termasuk ekspresi sebagai wasilah dalam mengkonstruksi wajah dan praktik baik moderasi beragama di perguruan tinggi.
Fitri Anekawati, S.Hum., M.Li. alumni yang juga Pendiri UKM Sentra begitu detil dan antusias ketika saya tanya, mengapa saudara dulu berupaya mendirikan UKM Sentra? Apakah UKM Seni ada pengaruhnya terhadap terciptanya praktik baik Moderasi Beragama? Seperti apa potretnya?
“Secara idealisme, melalui UKM Sentra ini, saya ingin berupaya untuk melestarikan budaya, tanpa terkecuali. Spesifiknya, melalui UKM Tari, perguruan tinggi pun dapat berkontribusi secara langsung pada pelestarian dan peningkatan kekayaan budaya lokal, terutama dalam hal seni tari yang merupakan bagian integral dari warisan budaya di berbagai daerah.
Memberikan platform bagi mahasiswa yang memiliki minat atau bakat dalam seni tari untuk mengembangkan keterampilan mahasiswa, mengekspresikan diri dan kreativitas mahasiswa melalui seni tari (tradisi). Termasuk paling mendasar sebagai tempat untuk berkolaborasi dan berbagi pengalaman budaya mereka dengan sesama mahasiswa, memperkaya lingkungan kampus dengan keberagaman seni dan budaya sebagai upayanya mencipta dan mewarnai praktik baik Moderasi Beragama di Kampus.”
Fitri, menambahkan:
“Budaya itu global. Budaya itu rumah. Seperti dalam teori Koentajarningkrat tentang 7 unsur kebudayaan. Koentjaraningrat menyebutkan unsur–unsur universal dari kebudayaan, di antaranya sebagai, sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Sehingga, saya kira pelestarian budaya itu merupakan wajib hukumnya bagi seluruh rakyat indonesia berdasarkan UU OPK.”
Selaras dengan Fitri, Moulvi Noor Hasanah, A.Md. selaku Pembina UKM Sentra dan Sekretaris Warek 3, beliau mangatakan:
“Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sentra, Tari, di dalam kampus, memiliki peran yang signifikan dalam menyebarkan moderasi beragama. Saya kira, UKM Sentra dapat menjadi wahana untuk mempromosikan dan merayakan keanekaragaman budaya. Misalnya saja, UKM ini dengan menyajikan berbagai jenis tarian tradisional atau modern dari berbagai daerah, sehingga UKM Sentra ini dapat membuka pandangan serta meningkatkan pemahaman tentang keberagaman budaya di antara mahasiswa.
Selain itu, melalui penampilan tarian yang menggambarkan nilai-nilai keagamaan dan keberagaman, UKM Sentra dapat membantu membangun kesadaran dan pemahaman tentang keberagaman agama di kalangan mahasiswa. Ini dapat menjadi sarana untuk memperkuat toleransi antar umat beragama. Sehingga praktik baik Moderasi Beragama pun terjadi.”
Moulvi pun menambahkan:
“Melalui proses belajar dan berkolaborasi dalam sajian tarian, secara sadar mereka dapat melahirkan nila-nilai yang bersifat menghargai perbedaan dan belajar bekerja bersama dalam lingkungan yang multikultural. Selain itu, dari aktivitas interaksi, kolaborasi, dan kerja sama itu, mereka dapat melahirkan karya seni yang indah dan damai, sekaligus mereka dapat merayakan keberagaman kultural dan keagamaan. Sehingga UKM ini, dapat menjadi media yang begitu efektif untuk menyampaikan pesan moderasi dan toleransi.”
Salah satu Mahasiswa yang juga sebagai Ketua UKM Sentra periode 2022/2023, Husna Zakiyatul Habibah, Mahasiswa Psikologi Islam (PI) mengatakan:
“Dari UKM Sentra ini, tidak hanya ilmu seni tari saja yang saya dapatkan, tetapi juga, melalui melalui UKM ini saya dapat berinteraksi dengan berbagai latar belakang kebudayaan, etnis, sosial, dari setiap anggota lainnya. Selain itu, saya juga mendapatkan pengalaman dari berbagai kegiatan kampus, di situ saya pun dapat secara langsung melihat dan merasakan bagaimana praktik baik moderasi beragama, seni tari saya kira memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan dinamika sosial di lingkungan akademis ini.”
“Sebab, di dalam UKM Sentra ini, bersama teman-teman, saya dapat berekspresi, menciptakan pertunjukan tari yang merepresntasikan nilai-nilai keagamaan, moral, serta pesan moderasi beragama. Misalnya, pada gelaran ECO Culture #9 yang mengusung tema “Archipelago Cultural Peninsula of Islamic State University” dapat diartikan sebagai Semenanjung Budaya dalam UIN Raden Mas Said Surakarta. Melalui pagelaran ini kami mengajak UKM seni lainnya (seni rupa, seni musik, dan seni drama) di Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.
ECO Culture sendiri, pada setiap tahunnya memiliki konsep yang berbeda-beda. Dilatarbelakangi oleh keprihatinan atas maraknya fenomena sosial yang mana banyak pihak mengabaikan dan kurang peduli terhadap kebudayaan bangsanya. Misalnya lagi, pada ECO Culture #10 kami mengusung tema “Amerta Segawa ( Semarak Merajut Lestari, Semesta Budaya Jawa)” yang mana Amerta memiliki makna Kekal atau Abadi, dan Segawa seperti pengertiannya Semesta Raga Budaya Jawa. Budaya Jawa adalah Salah satu budaya paling beragam. Karena setiap daerah Jawa memiliki adat istiadatnya masing-masing. Seperti pepatah Jawa yang mengatakan “Wong Jawa Ojo Nganti Lali Jawane” yang artinya orang Jawa jangan sampai hilang Jawanya.
Merebahnya kebudayaan luar menjadikan kebudayaan lokal terabaikan. Jangan sampai kita lebih bangga dan mencintai budaya luar, daripada budaya Indonesia terlebih budaya Jawa. Maka dari itu kita sebagai generasi penerus harus melestarikan berbagai bentuk budaya Jawa. Karena kami berada di kampus yang berlatar belakang islam, kami menggabungkan kostum tari daerah dengan hijab bagi penari wanita. Hal ini juga dapat menunjukkan bahwa agama dan budaya berjalan beriringan. Walaupun sedikit membuat penampilan sedikit berubah, tetapi tidak mengurangi nilai dari budaya Jawa.
Memang pada lingkup UIN Said, faktanya banyak lahir dan berkembang wadah bagi anak Mahasiswa dalam aktivitas mencintai serta menyalurkan bakat dalam hal kesenian maupun budaya. Maka dari itu, kami berupaya untuk menyatukan elemen-elemen yang berbeda ini untuk dapat terus menjunjung nilai kesenian budaya Indonesia dengan memberikan suguhan yang apik dan menarik oleh generasi milenial. Dari gerakan tari yang indah, kami juga menyampaikan pesan tentang harmoni, kesatuan, serta pesan tentang bagaimana menghormati perbedaan. Sehingga pesan-pesan moderasi beragama dapat kami sampaikan dengan cara yang lebih emosional dan mendalam,” Tambahnya, Husna.
Tidak berhenti di situ saja, UKM SRD yang bergerak di wilayah Seni Rupa dan Desain, memberikan warna lain di dalam wajah praktik baik Moderasi Beragam di lingkungan UIN Raden Mas Said Surakarta. Faizhal Putra Dewanta, ketua UKM SRD periode 2022/2023, Mahasiswa Akuntansi Syariah, mengatakan:
“Gelaran pameran seni rupa yang kami lakukan, tentu tidak sedikit yang bernuansa tentang toleransi, perdamian, kerukunan agama. Dari seni rupa, kami juga, sebagai mahasiswa muslim, tentu dapat menyampaikan pesan melalui alam keindahan seni lukis yang merepresentasikan corak keagamaan di kampus kami, terlebih kampus yang ada di Kota Solo yang penuh dengan multikulutralisme ini.”
“Contohnya, seperti pameran yang baru saja kami gelar pada bulan November 2023 kemarin, Pak, kita mengusung pameran bertema “GAMAN”, yang secara garis besar, itu memaknai pegangan hidup, pegangan hidup tersebut, maksudnya adalah, bahwa sejatinya agama yang di dalamnya terdapat tuntunan/ajaran untuk menjalani hidup, dalam artian, kita tidak diperbolehkan hanya terfokus pada satu agama kami saja untuk bertoleransi, tetapi harus juga bisa bertoleransi terhadap agama lain, dengan tujuan upaya kita dalam perdamaian, perasaan yang sama, senasib sebagai manusia terlahir. Sehingga dalam acara pameran itu pun terdapat juga submission dari seniman yang berlatar belakang agama yang berbeda-beda.” Tambahnya, Faizal.
Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Muhammad Dihyah al Qolby, Pendiri UKM SRD periode 2018-2019, ia mengatakan:
“Bahwa di UKM SRD, di dalamnya ada beberapa divisi, misalnya, seni lukis, kriya, desain, hand lettering/typography. Dari setiap divisi itu, UKM ini memberikan wadah bagi mahasiswa yang memiliki minat atau bakat dalam seni rupa untuk mengembangkan keterampilan dan bakat mereka. Yang menjadi tujuan utama kami, ialah, bahwa meski di kampus islam, seni rupa menjadi wasilah atau sarana untuk mengekspresikan kreativitas, sambil tetap memperhatikan nilai-nilai Islam. Misalnya, seni rupa dapat dijadikan media untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan, moral, atau nilai-nilai islami melalui karya seni visual. Sehingga, seni rupa dapat ikut berperan aktif dalam upaya pelestarian dan penyampaian nilai-nilai Islam.”
“Selain itu, seni visual juga dapat menjadi sarana ekspresi untuk merayakan sejarah Islam, nilai-nilai etika, moral dan kekayaan budaya yang sesuai prinsip-prinsip keislaman, memberikan ilmu dan sekaligus menjaga batasan-batasan etika Islam dalam dunia seni. Melalui kolaborasi seni, di kampus Islam juga dapat menjadi tempat untuk membangun jembatan antara mahasiswa beragama Islam dan non-Islam. Wilayah Ini menciptakan ruang inklusif, yang di mana berbagai latar belakang agama dapat berkolaborasi dalam menciptakan karya seni yang menghargai keberagaman, sehingga hal itu pun secara langsung mahasiswa dapat ikut andil dalam upayanya menyebarkan pesan Moderasi Beragama, seperti toleransi, dan saling menghormati antar umat beragama, dll.” Tambahnya, Qolby.
Melihat potret itu semua, pertunjukan seni yang dihasilkan oleh UKM Seni di lingkungan Kampus UIN Raden Mas Said Surakarta, bukan hanya sekedar ekspresi hiburan semata, tetapi juga menjadi sebuah manifestasi dari praktik baik Moderasi Beragama yang hidup di kampus tersebut. Bukti kongkritnya, bahwa tema-tema gelaran yang diangkat dalam pertunjukan seninya mencerminkan tantangan dan keberagaman dalam upayanya memahami sekaligus menebarkan nilai-nilai keislaman, toleransi, perdamaian, sekaligus menciptakan ikatan yang lebih kuat di antara mereka lewat komunitas mereka.
Seperti yang dinyatakan oleh Joachim Wach, bahwa toleransi beragama sebagai sebuah realisasi untuk mengekspresikan pengalaman keagamaan dalam bentuk komunitas. UKM Seni dapat mencipta semangat Moderasi Beragama, sebagai bukti dari praktik baik Moderasi Beragama yang bersifat inklusif, membentuk karakter mahasiswa, serta membangun fondasi yang kuat untuk kehidupan Mahasiswa di masyarakat yang penuh keberagaman ini.