Ulama Banjar (188): KH. Ahmad Bakeri

Ahmad Bakeri ini lebih akrab disapa dengan sebutan Guru Bakri, lahir di Desa Bitin Berjarak 12 kilometer dari kota Alabio. Dia adalah putera dari H. Imanuddin dan Hj. Sapura, dilahirkan tanggal 20 Mei 1959, merupakan anak keempat dari enam orang bersaudara masing-masing Tarsih, KH.A.Tarmizi, Hj.Syamrah, Athiyah, Muhammad soebeli. Dibesarkan di lingkungan keluarga petani yang kental dengan nuansa ketaatan menjalankan ajaran Islam.

Pada usianya yang ke-26, Ahmad Bakeri mengakhiri masa lajangnya dan menikah dengan Hj.Siti Rukayah, gadis pilihannya dari Gambut Kabupaten Banjar. Gadis yang dinikahinya pada tahun 1985 itu adalah anak guru H.Husni Abdullah. Kini dia telah dikaruniai empat orang anak, yaitu Muhammad Rasyid Ridha, Siti Zhafirah, Muhammad Samman, dan Hasan Al Munawwar.

Pada tahun 1967, ketika Ahmad Bakeri masih berusia 7 tahun, dia mulai belajar agama di Madrasah Ibtidaitah Shalatiyyah di Desa Bitin. Setelah menamatkan pendidikan tingkat Ibtidaiyah, dia kemudian melanjutkan ke tingkat Tsanawiyah di tempat yang sama. Semboyan yang popular dikala itu, hanya ada dua jalan untuk mencapai kemuliaan yaitu mencari harta atau mencari ilmu. Ahmad Bakeri memilih mencari ilmu. Sebab dengan ilmu, kemuliaan akan diperoleh di sisi Allah SWT dan di sisi manusia. Dengan ilmu pula, harta benda akan dating dengan sendirinya.

Baca juga:  Ulama Banjar (7): Habib Hamid bin Abbas Bahasyim

Ahmad Bakeri suka menirukan ungkapan yang disampaikan gurunya, jika kamu menanam padi niscaya padi yang akan tumbuh. Jika kamu menanam rumput, pastilah padi tak akan tumbuh. Maksudnya, jika kamu mencari ilmu niscaya harta akan kamu dapatkan, jika kamu mencari harta, niscaya ilmu tak akan kamu dapatkan. Berkat keteguhan, disiplin, kerajinan, dan keuletannya dalam menuntut ilmu, setiap tahun Ahmad Bakeri naik kelas. Dia selalu menempati peringkat pertama dikelasnya. Karena keberhasilan itu, ia tak kuasa lagi menahan keinginannya untuk mengaji ke Serambi Mekkah Martapura.

Cita-cita tersebut sempat terpendam hampir setahun, disebabkan alas an ekonomi. Namun pada tahun 1977 Ahmad Bakeri tulus jua berangkat ke Martapura dengan uang yang diperoleh dari menjual sepeda satu-satunya milik ayahnya. Dengan hanya membawa dua lembar baju, satu lembar celana, dan satu buah kopiah jangang, berangkatlah Ahmad Bakeri dengan membawa karung ‘galapung’berisi beras dan ikan sepat kering satu kilogram untuk bekal di perantauan kelak.

Selama belajar di Pondok Pesantren Darussalam Martapura Ahmad Bakeri banyak mendapatkan pengetahuan agama yang bersumber dari kitab-kitab tradisi pesantren yang lazim disebut kitab kuning. Setidaknya ada lima belas kitab yang menjadi makanannya ketika masih duduk di kelas satu Aliyah Pondok Pesantren Darussalam Martapura, dibawah asuhan KH.Syukeri Unus.

Baca juga:  Sikap Rileks Gus Dur dan Arief Budiman

Setelah bertahun-tahun belajar di Pesantren tersebut, tepatnya saat di kelas dua Aliyah mulai terlihat bakat Ahmad Bakeri untuk menjadi seorang juru dakwah. Dalam setiap perlombaan pidato yang diadakan oleh pesantren, Ahmad Bakeri selalu menjadi pemenangnya. Akhirnya pada tahun 1980, anak banuaasal desa Bitin ini berhasil menyelesaikan pendidikannya di Pondok Pesantren Darussalam. Dalam ujian akhir, ia menduduki peringkat kedua.

Tekadnya untuk memperdalam ilmu agama semakin mendorong dirinya untuk mencari guru yang masyhur dan mursyid. Ia sangat menekuni ilmu Nahu dan Sharaf, Fiqh, Tauhid, Tafsir dan Tasawuf. KH.Muhammad Zaini Ghani adalah guru yang banyak membentuk karakternya.

Ahmad Bakeri berpesan pada dirinya sendiri jangan bermimpi jadi pegawai negeri, karena kamu tidak mempunyai diploma. Jangan bermimpi jadi orang kaya, karena kamu tidak mempunyai harta. Maka jadilah orang yang berilmu karena akan mendapat kemuliaan di dunia dan di akhirat.

Beliau meninggal dunia pada hari Jumat, 1 Februari 2013 di RSUD Ulin Banjarmasin dan dimakamkan di Komplek Pemakaman Ponpes Al-Mursyidul Amin Gambut.

https://alif.id/read/redaksi/ulama-banjar-188-kh-ahmad-bakeri-b243185p/