“Jika dalam mazhab Syafi’iyah ada Imam Nawawi dan Imam ar-Rafi’i yang bisa menentukan pendapat-pendapat Imam Syafi’i antara pendapat yang bisa diikuti dan tidak, dan memiliki gelar ulama yang bisa menentukan validitas pendapat imamnya, maka dalam mazhab Hanabilah ada Imam Hasan bin Ziyad al-Lu’lu’i, yang memiliki otoritas dan gelar tersebut.”
Imam Hasan bin Ziyad merupakan salah satu di antara ribuan tokoh-tokoh dalam mazhab Hanabilah yang keilmuannya sangat mentereng, memiliki otoritas yang tinggi, dan daya hafal yang kuat. Kehidupannya hanya untuk ilmu dan umat. Apapun yang berkaitan dengan ilmu, akan selalu didahulukan daripada yang lainnya.
Sebagaimana disampaikan oleh Imam adz-Dzahabi dalam Siyaru A’lami an-Nubala, Imam Hasan bin Ziyad adalah ulama yang sangat alim, memiliki kepiawaian dalam menyampaikan ilmu, salah satu ahli fiqih (fuqaha) di kota Irak, memiliki kecerdasan di atas rata-rata yang jarang dimiliki oleh yang lainnya.
Betapapun demikian, Imam Hasan bin Ziyad merupakan salah satu ulama yang bisa dikatakan sangat telat dalam belajar. Bahkan, awal belajarnya di usia yang sangat senja. Tidak seharusnya ia memiliki gelar mentereng dalam mazhab Hanabilah, akan tetapi semangat dan cita-cita yang tinggi tidak mampu menghalangi semua itu.
Ulama yang satu ini memiliki nama lengkap Abu Ali Al-Hasan bin Ziyad al-Lu’lu’i al-Kufi. Akhir namanya merupakan nisbat pada tanah kelahirannya, yaitu kota Kufah, Irak. Salah satu kota yang banyak melahirkan ulama-ulama tersohor. Tidak ada catatan pasti dari para ulama perihal tahun kelahirannya, ahli sejarah hanya mencatat tahun wafatnya, yaitu pada tahun 204, sebagaimana yang ditegaskan oleh Syekh Taqi al-Ghazi dalam kitab at-Thabaqatu as-Sunniyah fi Tarajimi al-Hanafiyah.
Jika ulama-ulama besar lain belajar ilmu-ilmu keislaman sejak masih sangat kecil, bahkan sejak masih kanak-kanak sudah banyak yang hafal beberapa kitab kuning, maka tidak demikian yang terjadi pada Imam Hasan bin Ziyad. Ia sangat telat dalam mencari ilmu.
Akan tetapi, telat mencari ilmu tidak berarti otomatis gagal untuk bisa memahaminya. Imam Hasan bin Ziyad adalah referensi bahwa usia tidak menjadi penghalang untuk berpeluh dalam belajar. Menurut Imam az-Zarnuji dalam kitab Ta’limu al-Muta’allim, Imam Hasan bin Ziyad menjadi memulai rihlahnya untuk mencari ilmu di usianya yang sudah terbilang sangat senja,
دَخَلَ حَسَن بن زِيَاد فِى التَّفَقُّهِ وَهُوَ ابْنُ ثَمَانْينَ سَنَةً، وَلَمْ يَبِتْ عَلَى الفِرَاشِ أَرْبَعِيْنِ سَنَةً فَأَفْتَى بَعْدَ ذَلِكَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً
Artinya, “Hasan bin Ziyad al-Lu’lu’i mulai belajar agama ketika beliau memasuki umur 80 tahun. (Sejak saat itu), ia tidak tidur malam di atas kasurnya selama 40 tahun kedepan, (ketika sudah berumur 120 tahun) kemudian beliau menduduki kursi fatwa, memberi fatwa sampai 40 tahun kedepan (hingga beliau wafat).” (az-Zarnuji, Ta’limu al-Muta’allim fi Thariqi at-Ta’allum, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah, cetakan kedelapan: 2010], halaman 50].
Demikian potret awal rihlah yang ditempuh oleh Imam Hasan bin Ziyad. Di ujung usianya yang hampir satu abad, beliau baru memulai untuk membuka cakrawala berpikirnya tentang keilmuan. Sebelumnya tidak pernah terpikir untuk menjadi ulama tersohor dengan penguasaan ilmu yang luas.
Akan tetapi, sekali ia duduk dengan istiqamah untuk mendapatkan ilmu, mendengarkan penyampaian gurunya dengan penuh semangat, bahkan tidak ada kata putus asa untuk meraih semua ilmu yang ada pada masa itu, sekalipun teman-teman yang ada di sekitarnya sudah tidak seumuran dengannya. Bahkan, bukti semangatnya dalam mencari ilmu bisa dilihat dari tidurnya yang tidak pernah menggunakan kasur selama 40 tahun. Waktu yang tidak sebentar, akan tetapi akan tetap dijalani oleh orang-orang yang memiliki cita-cita yang tinggi dan keinginan yang luhur untuk mendapatkan ilmu.
Waktu menjawab, bahwa yang sukses adalah mereka yang bersungguh-sungguh, bukan mereka yang umurnya masih relatif muda, setelah 40 tahun Imam Hasan bin Ziyad habiskan hanya untuk mendalami ilmu, maka saat ini ia telah menjadi ulama terkemuka di kalangan mazhab Hanabilah. Fatwanya dijadikan rujukan oleh semua kalangan. Pendapatnya menjadi pertimbangan para imam pada masanya dan masa selanjutnya.
Sebelum umurnya rampung bahkan di akhir-akhir hidupnya yang mendekati kematian, Imam Hasan bin Ziyad benar-benar menjadi ulama terkemuka, namanya tersohor dan dikenal oleh semua umat. Beliau menjadi bukti sejarah, bahwa tidak ada waktu terlambat untuk memulai belajar. Tidak ada kata selesai untuk terus mendalami ilmu.
Setelah beberapa tahun di akhir usianya ada dalam pengembaraan ilmu, tiba saatnya bagi Imam Hasan bin Ziyad untuk memetik buah dan keberhasilan yang didapatkan. Tiba saatnya bagi Ibnu Ziyad untuk mendedikasikan dirinya sebagai ahlul ilmi. Dengan keluasan ilmu dan kepakarannya dalam menjelaskan, beliau mendapatkan banyak pujian dari para ulama kala itu.
Imam adz-Dzahabi dalam kitab Siyaru A’lami an-Nubala mengutip perkataan Syekh Muhammad bin Sama’ah, bahwa Imam Hasan bin Ziyad telah menulis dua belas ribu hadis hanya dari Imam Ibnu Juraij (ulama fikih dan hadits), dan hadits-hadits tersebut diperlukan oleh semua ulama-ulama fikih.
Adz-Dzahabi juga mengutip pujian Imam Ahmad bin Abdul Hamid al-Haritsi, beliau mengatakan, tidak saya temukan perangai yang sangat baik melebihi perangainya Imam Hasan bin Ziyad. Ia menggunakan dan mengamalkan semua ilmunya sebagaimana ia menggunakan ruh dalam dirinya.