Undang-Undang Pesantren Darat: Kunjungan Snouck Hurgronje ke Pesantren Kiai Sholeh Darat Semarang

Salah satu hal yang sangat saya syukuri sekarang adalah bisa melanjutkan studi di Belanda. Berada di Belanda, untuk menyelesaikan studi doktoral, merupakan sebuah “privilege” tersendiri.

Namun lebih dari “sekadar” belajar di luar negeri, Belanda menawarkan nilai tambah bagi kita, warga negara Indonesia.

Sebagai negara bekas jajahan Belanda, warga bangsa Indonesia akan memiliki kesempatan menelusuri kembali sejarah relasi keduanya dalam sumber-sumber primer.

Sebuah relasi panjang yang nampak diiringi pasang surut hubungan. Tentu akses atas sumber-sumber terkait siapa bangsa Indonesia di masa lalu tidak semua ada di Belanda. Dia memiliki batasannya.

Adalah mitos bahwa “semua ada di Belanda” yang muncul di masyarakat kita. Keberuntungan saya ada di sini adalah kesempatan menetapkan dengan pasti lokasi mana di Belanda yang mengandung koleksi apa terkait Indonesia.

Di antara tempat penting di Belanda adalah Perpustakaan Universitas Leiden. Dan di antara koleksinya yang sangat penting, apalagi terkait perkembangan Islam di Indonesia adalah koleksi Snouck Hurgronje (1857-1936).

Terlepas dari tujuannya, Snouck memberikan sumbangsih amat besar dengan kumpulan besar catatan harian, foto, surat, laporan, manuskrip, dan buku litografi dari berbagai daerah di nusantara.

Semua dokumen ini menunjukkan keseriusan Snouck untuk mengkaji Islam di Indonesia dengan kombinasi pendekatan etnografi dan filologi.

Dengan demikian catatan lapangan, selain manuskrip, menempati posisi penting dalam kajiannya.

Secara umum seluruh dokumen tersebut, terutama catatan lapangan dan surat-surat, masih samar dan belum diungkap kandungannya.

Keliling Pesantren Jawa

Salah satu catatan lapangan yang sangat penting adalah 1330 halaman catatan yang Snouck tuliskan dalam perjalanannya keliling pesantren di Jawa antara Juli 1889 hingga Januari 1891.

Laffan dalam The New Turn to Mecca (2008) mengulas jejaring pesantren dari nusantara hingga ke Mekah, Yaman, dan Mesir hampir seluruh datanya diambil dari catatan harian ini.

Baca juga:  Catatan Perjalanan: Foto-foto Masjid Nusantara Terpajang 10 Hari di Belanda

Selain jejaring global para kyai pesantren, catatan ini juga menjadi bukti jejaring lokal pesantren yang amat kokoh. Misalnya Snouck memberikan data yang detail terkait lingkaran jejaring pesantren legendaris Sidosremo, Surabaya.

Pada waktu itu sudah dikenal istilah santri Surabaya untuk menyebut para santri dari lingkaran jejaring pesantren ini.

Pesantren ini memiliki jejaring yang luas yang misalnya terlihat pada sosok Kiai Muhammad dari Garut. Pada awal perjalanannya Muhammad Garut muda belajar kepada berbagai kiai pesantren di Jawa Barat seperti kepada Muhammad Razi Sukamana, Haji Abdullah Cibangbang, dan Kiai Bunter Sumedang.

Baru setelah itu, Muhammad Garut melanglang buana jauh ke timur dan ngaji kepada Kiai Ubaidah Sidosremo dan lebih jauh ke timur lagi kepada beberapa kiai di Madura (Laffan 2008, dan LOr. 7931: 26).

Berbagai pesantren dikunjungi oleh Snouck dalam perjalanannya ini.

Barangkali panduan awal perjalanannya adalah laporan-laporan yang dia terima dari beberapa bupati (residen) dan pegawai kolonial terkait keberadaan dan kurikulum pesantren di Jawa (LOr. 7572) pada tahun 1886, tiga tahun sebelum perjalanannya dimulai.

Laporan ini meliputi berbagai daerah di Jawa, seperti Ponorogo (Pesantren Tegalsari), Surabaya (Pesantren Sidosremo dan Kebondalem), Jepara, Pati, Juwana, Salatiga (Pesantren Watoe Agoeng Wetan), Ambarawa, Grobogan, Kendal (Pesantren Petoekangan dan Kradjan Koelon Kaliwoengoe), Demak, Kudu dan berbagai daerah lainnya.

Dalam perjalanan ke berbagai pesantren dari Juli 1889 hingga Januari 1891, Snouck didampingi dengan ulama setempat yang menjadi perantaranya. Di Jawa Barat, utamanya adalah Kiai Hasan Mustapa.

Sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kita belum dapat mengidentifikasi perantaranya.

Yang jelas perjalanannya ini tidak hanya menghasilkan catatan melimpah mengenai jejaring ulama, tetapi juga berbagai manuskrip dan dokumen asli dari pesantren-pesantren itu, bukan salinan.

Baca juga:  Penerbitan Era Kolonial: dari Buku Fasolatan hingga Injil Pegon

Pada dokumen Or. 7572 di atas, ketika membahas mengenai Semarang, beberapa pusat pesantren penting disebut, seperti Sepaton, Darat Tirto, dan Kauman.

Dari Sepaton kita mengenal Haji Muhammad Ma’shum bin Syaikh Salim as-Samarani as-Sapatuni yang menulis penjelasan lanjutan (hasyiah) atas Syarah al-Ajurumiyah karya Syaikh Ahmad Zaini Dahlan (w. 1886).

Sedangkan dari Pesantren Darat, kita mengenal pengarang kitab yang amat terkenal, Kiai Sholeh Darat Semarang (w. 1903).

Pada Or. 7931, kita bisa yakin bahwa Snouck mendatangi pesantren ini pada perjalanannya itu. Pada halaman 735 kita menemukan catatan mengenai undang-undang pondok pesantren Darat.

Dan, dokumen terpisah yang benar-benar mengandung undang-undang ini dapat ditemukan terselip dalam buku catatan tersebut. Memang banyak lembar-lembar dokumen terselip dalam berjilid-jilid buku catatan Snouck itu.

Dokumen ini menunjukkan bahwa dia selain datang sendiri ke pesantren-pesantren itu juga dipercaya untuk menerima dokumen asli seperti itu dan dalam banyak kesempatan juga manuskrip kitab.

Mari kita lihat satu halaman kertas berisi undang-udang tertulis dalam aksara pegon Jawa. Terdapat 13 rincian aturan di Pesantren Kiai Sholeh Darat itu. Berikut adalah transliterasi dari undang-undang itu:

Gambar 1
Bagian Pembuka Undang-Undang Pesantren Darat (Foto: Dok. Nur Ahmad)

Ikilah undang bab mashlahah ing dalem pondok lan sapa2 wongkang manggon ing pondok halě ngalap berkah ilmu maring kiyahi maka wajib nurut iki undang bab mashlahah telulas bab

  1. ngisini bong gedhě yěn ora ngisini kasi lat jam rolas awan kadenda 1 sating.
  2. ngisini bong cilik yěn ora ngisini kasi lat jam papat sorě maka katikelaken.
  3. nyaponi njeroně pondok atawa kiwa tengeně pondok menawi nganti lat jam rolas kadenda telung duwit.
  4. jaga nyumet damar jerambah menawi nganti lat bakda shalat maghrib kadenda telung duwit.
  5. ngasahi gerabah yěn uwis olěhě mangan yěn ora gelem ngasahi kadenda telung duwit.
  6. ngolěhaken gerabah endhi panggonaně yěn ora dibalikaken panggonaně kadenda telung duwit.
  7. ora kena nyimpen gerabah ana ing gothakan semangsa nyimpen ana ing gothakan kadenda telung duwit.
  8. ora kena mangan ing jerambah semangsa mangan ing jerambah ora gelem nyaponi kadenda siji wong saduwit.
  9. sapa2 kang mecahaken gerabah kang rupa beling kadenda sepuluh sěn.
  10. sapa2 kang mecahaken gerabah kang rupa lemah kadenda limang sěn.
  11. sapa2 kang guyon ana ing pondok kadenda saduwit.
  12. sapa2 kang guyon tumeka tukaran sarta misuh kadenda rong wang.
  13. sapa2 kang buwang banyu ana ing longan jerambah utawa gothakan kadenda telung duwit.

kadiya seděrěk ingkang manggěn wonten ing pondok ngriki ingkang sampun lami tosin ingkang nembě dateng serta sampun terang saking dawuhipun kiyahi.

utawi santri ingkang dateng ěnggal kedah bayar selangkung sěn kanggě tumbas bekakas olah2 utawa nedha.

Undang-undang ini menarik karena aturan yang ada tidak terkait ritual ibadah. Aturan ini dibentuk untuk menjaga kemaslahatan, kenyamanan, dan ketertiban bersama di pondok. Ada aturan terkait menyapu pondok, menghidupkan damar, dan menjaga alat dan tempat makan.

Baca juga:  Adakah Wujud (Final) Negara Islam?

Semua itu merupakan aturan yang diterapkan baik bagi santri lama maupun baru yang berharap mendapatkan berkah ilmu di pondok Kiai Sholeh Darat.

Di antara minimnya dokumen langsung terkait Kiai Sholeh Darat dan pondok pesantrennya, catatan dan dokumen yang diperoleh Snouck ini sangat penting.

Pembukaan atas dokumen-dokumen Snouck ini akan memberikan kita gambaran jejaring pesantren abad ke-19 yang sejauh ini masih samar bagi kita.

Syukur dan terima kasih atas takdir Allah mengirimkan Snouck dalam sejarah Indonesia tentu bukan hal yang berlebihan. Meskipun begitu, kritikan keras dan hujatan atas perannya di situasi lain terkait bangsa ini juga dapat dipahami.

https://alif.id/read/nur-ahmad/undang-undang-pesantren-darat-kunjungan-snouck-hurgronje-ke-pesantren-kiai-sholeh-darat-semarang-b244131p/