Universitas Deoband: Kebangkitan Tradisi Keislaman di Negeri Hindustan

Ada satu sisi Dunia Islam yang kerap terlewat dari mata kita. Kebanyakan kita hidup dalam lingkungan bermazhab Syafii dan Aqidah Asyari—atau standar mazhab yang telah disaring dan dirumuskan ulang semacam Salafi—lalu berinteraksi dengan tradisi keislaman Jazirah Arab, dengan minimnya catatan mengenai apa yang selanjutnya terjadi di Asia Selatan.

Pada masa imperialisme dan kolonialisme Barat, perkembangan jaringan Islam telah melemah. Terutama di antara madrasah-madrasah besar. Jaringan keilmuan telah mapan dan merasuk ke dalam budaya dan masyarakat tiap daerah.

Di timur pusat Dunia Islam, Persia memiliki pusat peradaban klasik semacam Nishapur. Jika melangkah ke timur sedikit lagi, sebuah mata rantai tradisi keislaman Persia tumbuh. Tashkent, Samarkand, lalu ke timur lagi, tepat 150 kilometer dari Delhi, sebuah madrasah berdiri, Madrasah Dar al-Ulum Deoband.

Madrasah Deoband

Peradaban Islam yang tumbuh di Negeri Hindustan selalu menarik hati. Bagaimana tidak, perkembangan tiga mazhab bercorak hadis—Maliki, Syafii, Hambali—mekar dengan cemerlang di madrasah-madrasah Dunia Arab dan Asia Tenggara. Maliki dengan kokoh berdiri di dunia Maghrib; Syafii tersebar hingga Timur Jauh; Hambali diadopsi dalam perkembangan manhaj Salafi di Timur Tengah. Tersisa mazhab tertua yang terkenal dengan tradisi ra’yi, Mazhab Hanafi. Madrasah Deoband menjadi penerus tradisi Hanafiyah di samping madrasah-madrasah tradisional yang berkembang di Turki.

Berlandaskan silsilah keilmuan ulama setempat, yang dikenal dengan Deobandiyah, muncul kehendak kuat untuk menyelamatkan umat Islam di tengah penjajahan imperial Britania Raya. Bersamaan dengan derasnya arus westernisme dan kristenisasi sebagai dampak penjajahan, maka pada tahun 1866 M didirikanlah madrasah yang menjadi paku bumi tegaknya corak Islam tradisional di India.

Madrasah ini berawal dari kelompok belajar kecil di bawah bimbingan ulama Deoband yang berlangsung di halaman masjid Atsri (atau masjid Chatta). Salah satu pimpinan ulama setempat ialah Syekh Muhammad Qasim Nanautawi (w. 1297 M) dan rekan-rekannya menginisiasi berdirinya madrasah yang utuh bernama “Madrasah al-Islamiyah al-Arabiyah”. Madrasah ini lantas menelurkan alumni yang menyebar dan mendirikan madrasah-madrasah mereka sendiri di seluruh negeri. Pada kemudian hari madrasah induk disebut dengan Universitas Dar al-Ulum Deoband. Tidak berlebihan jikalau Universitas Dar al-Ulum dijuluki sebagai Azhar-nya India.

Jejak Warisan Deobandiyah

Universitas Deoband merupakan ujung rantai emas silsilah ulama Deoband. Pemikiran dan ajaran Deobandiyah terus dipertahankan sebagai corak khas muslim tradisionalis. Poin-poin ajaran pokok Deobandiyah sebagaimana yang diuraikan oleh cucu pendiri Syekh al-Muqri Muhammad Thayib al-Qasimi (w. 1983 M): “Ketika seseorang ingin tahu seperti apakah Deobandiyah itu, maka ringkasnya bahwa mereka adalah orang-orang muslim, golongan ahlus sunnah wal jamaah, bermazhab Hanafi, berakidah Maturidi, mengikuti jalan para sufi, dan bernisbat Deobandi.” Teranglah bahwa Deobandiyah menapaki jalan silsilah keilmuannya. Sebagaimana yang telah dimulai oleh Syekh Muhammad Qasim al-Nanutawi dan masyayikh Deobandiyah sebelumnya.

Universitas ini setia pada corak keislaman tradisional, dengan pembelajaran terhadap mazhab-mazhab fikih terutama mazhab Hanafi, dan kajian hadis mendalam dari induk kitab-kitab hadis. Corak tradisional ini menjadi pembanding berkembangnya corak Islam modern yang lebih terbuka dengan kebudayaan Barat di Aligarh di bawah pimpinan Sir Syed Ahmad Khan (w. 1898 M)

Ortodoksi yang dipegang teguh oleh Deobandiyah menjadi ajaran utama dalam memerangi bidah yang muncul di masyarakat muslim India kala itu—disebabkan persentuhan kaum muslim dengan tradisi Hindu dan merebaknya gerakan kristenisasi. Namun, bukan lantas Deobandiyah bersikap keras dan radikal. Silsilah keilmuan panjang Deoband menyikapi penyelewengan umat dengan pendekatan yang bijaksana, demikian tercermin dari pendalaman persoalan furuiyah dan pemikiran-pemikiran Islam kontemporer dalam kiprahnya berkompromi dengan perkembangan khazanah Islam kekinian.

Tercatat pada tahun 2014, lebih dari 4000 siswa belajar di Universitas Dar al-Ulum. Dalam kurikulum, terdapat beberapa kitab pedoman yang cukup familiar di telinga kita, di antaranya: Kutub Sittah, Tafsir Jalalain, Tafsir Baidhowi, dan Risalah Thohawiyah. Kesamaan kurikulum menghubungkan jaringan keilmuan di kawasan Asia Selatan dengan pusat-pusat keislaman lainnya. Tak heran persebaran alumni Deoband tidak hanya di kawasan Asia Selatan, bahkan hingga Asia Tenggara dan Amerika.

Daftar bacaan:

al-Mubarakfuri, Muhammad ‘Arif Jamil al-Qasimi, (2015), Lamhatun ‘an al-Jami’ah al-Islamiyah Dar al-Ulum Deoband: Manahijuha wa Muqarraratuha al-Dirosiyah, Universitas Islam Dar al-Ulum Deoband, India

Refleksi: Jurnal Kajian Agama dan Filsafat, (2009), Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayat Jakarta

Dirasat Qiraat fi Awraq al-Istiqlal al-Fikri: al-Madrasah al-Deobandiyah fi Syibh al-Qarah al-Hindiyah, (2021) Markaz al-Mujaddid li al-Buhuts wa al-Dirasat, Istanbul, Turki

 

Katalog Buku Alif.ID

https://alif.id/read/rsf/universitas-deoband-kebangkitan-tradisi-keislaman-di-negeri-hindustan-b249407p/