Laduni.ID, Jakarta – Setelah ada Jamaah Salafi mengakui kesahihan hadis malam Nishfu Sya’ban sekarang bergeser pada syubhat, “Jangan menentukan amalan tertentu yang tidak ditentukan oleh Nabi di malam Nishfu Sya’ban.”
Syekh Albani dalam kriteria bid’ah menyebut salah satunya adalah menentukan amalan yang tidak ada ketentuan khusus dari Nabi. Sehingga pendapat Syekh Albani ini diikuti oleh Salafiyyun. Benarkah takhsis ini bid’ah? Mari kita lihat terlebih dahulu beberapa riwayat dari para Sahabat:
ﻓﻜﺎﻥ ﺃﻭﻝ ﻣﻦ ﺳﻦ اﻟﺮﻛﻌﺘﻴﻦ ﻋﻨﺪ اﻟﻘﺘﻞ ﻫﻮ أي خبيبا
“Orang yang pertama kali melakukan shalat dua rakaat sebelum dihukum mati adalah Khubaib.” (Sahih Bukhari)
Nabi tidak pernah mengajarkan shalat dua rakaat sebelum perang, tapi sahabat Khubaib melakukannya, apa bukan bid’ah dan masuk neraka? Jangan terkejut dulu sebab masih ada lagi sahabat Nabi yang mengkhususkan ibadah tapi tidak ditentukan oleh Nabi:
عَنْ أَبِى الْعَالِيَةِ قَالَ : رَأَيْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ يَسْجُدُ بَعْدَ وِتْرِهِ سَجْدَتَيْنِ .(رواه ابن ابي شيبة)
Abu al-Aliyah berkata: “Saya melihat Ibnu Abbas sujud dua kali setelah shalat witir.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah. Al-Hafidz Ibnu Hajar: Sanadnya sahih, Fath al-Bari 3/103)
Apa ada lagi? Mau minta berapa Sahabat yang mentakhsis ibadah? Ini saya berikan lagi nama Sahabat:
وَعَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ وَقَتَادَةَ أَنَّ ابْنَ مَسْعُوْدٍ كَانَ يُصَلِّي بَعْدَهَا أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ أَوْ ثَمَانٍ وَكَانَ لَا يُصَلِّي قَبْلَهَا. (رواه الطبراني في الكبير بأسانيد صحيحة إلا أنها مرسلة. مجمع الزوائد ومنبع الفوائد – ج 1 / ص 353)
“Diriwayatkan dari Ibnu Sirin dan Qatadah bahwa Ibnu Mas’ud shalat setelah hari raya empat atau delapan rakaat, dan ia tidak shalat sebelum hari raya.” (Riwayat Thabrani dalam al-Kabir, dengan sanad-sanad yang sahih, hanya saja sanadnya Mursal)
Kalau dari kalangan ulama Mujtahid apakah ada? Imam Malik menentukan sendiri jumlah rakaat Tarawih:
وَذَكَرَ ابْنُ الْقَاسِمِ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ كَانَ يَسْتَحْسِنُ سِتًّا وَثَلَاثِيْنَ رَكْعَةً وَالْوِتْرُ ثَلَاثٌ … وَذَكَرَ ابْنُ الْقَاسِمِ عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ اْلأَمْرُ الْقَدِيْمُ : يَعْنِي الْقِيَامَ بِسِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ رَكْعَةً (بداية المجتهد – ج 1 / ص 312)
“Ibnu Qasim menyebutkan dari Imam Malik bahwa beliau menilai baik (shalat Tarawih) 36 rakaat dan witir tiga rakaat. Ibnu Qasim menyebutkan dari Imam Malik bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang dahulu, yakni Tarawih 36 rakaat.” (Bidayat al-Mujtahid, 1/312)
Masalah Takhsis ini memang khilafiyah antara ulama yang menerima dan yang tidak berkenan. Tapi selama masih dilakukan oleh ulama mazhab yang memiliki otoritas dalam ijtihad tentu boleh.
Bagaimana dengan Nishfu Sya’ban? Berikut uraian Syaikhul Islam mereka:
ﺇﺫا ﺻﻠﻰ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﻨﺼﻒ ﻭﺣﺪﻩ، ﺃﻭ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﺧﺎﺻﺔ ﻛﻤﺎ ﻛﺎﻥ ﻳﻔﻌﻞ ﻃﻮاﺋﻒ ﻣﻦ اﻟﺴﻠﻒ، ﻓﻬﻮ ﺃﺣﺴﻦ.
“Jika seseorang shalat di malam Nishfu Sya’ban, baik sendiri maupun berjamaah, secara khusus seperti yang dilakukan oleh sekelompok ulama Salaf, maka itu lebih baik.” (Majmu’ Fatawa, 2/262)
Berdasarkan pemaparan Syekh Ibnu Taimiyah ini, kalau ada Salafi tapi tidak mau mengakui keutamaan Nishfu Sya’ban maka diragukan pengakuannya sebagai pengikut Salaf.
Oleh: Ustaz Ma’ruf Khozin
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/74677/ustaz-maruf-khozin-melakukan-takhsis-ibadah-tertentu.html