Lasem, Rembang, Jawa Tengah tak hanya dikenal dengan beragam kearifan lokalnya, tetapi juga kekayaan budaya yang hingga kini masih dijaga keasliannya bahkan terkenal sampai ke mancanegara. Salah satu warisan budaya yang ada di Lasem adalah batik. Dalam buku Mozaik Kota Pusaka (Pemerintah Kabupaten Rembang, 2019: 148), motif hias kain batik Lasem terdiri dari motif seperti Kawung, Gringsing, Lereng, dan Ceplok.
Budayawan Lasem Edi Winarno menjelaskan bahwa motif batik kuno yang ada di Lasem hanya kawung. Namun seiring berjalannya waktu, motif batik Lasem sangat bervariasi.
“Mulanya itu ada hanya motif kawung. Namun, karena Lasem yang warganya sangat heterogen, banyak pengaruh dari etnis dan agama lain yang mempengaruhi inovasi motif batik itu, maka muncul motif seperti Gringsing, Lereng, dan Ceplok,” kata Edi saat diwawancarai NU Online di kediamannya pada Senin (28/10/2024).
Edi memaparkan khas warna yang ada pada kain batik Lasem beserta maknanya. “Adapun pewarnaan asli batik Lasem itu ada warna sogo (cokelat), dan biron atau biru. Kedua warna ini dikenal pada masa Majapahit warna coklat adalah perpaduan antara tiga jenis pewarna alam yakni kayu Tingi, Jambal, dan Tegeran,” ucapnya.
Edi berkata, akulturasi budaya melalui batik yang ada pada paduan warna yang mewakili beberapa etnis dan agama di Lasem menunjukkan keharmonisan yang terjalin sejak lama, termasuk perpaduan warna hijau.
“Ada riwayat menyebutkan salah satu bendera Nabi Muhammad SAW berwarna hijau dan warna putih adalah kesukaan nabi Muhammad SAW. Sehubungan dengan itu batik Lasem yang awal mula didominasi oleh warna merah coklat dan biru kini mengalami penambahan warna yaitu hijau. Tetapi, menurut kepercayaan Tionghoa warna hijau menandakan kurangnya keberuntungan di dalam kehidupan,” jelas Edi Winarno.
Motif batik Lasem tak lepas dari kawasannya yang berada di pesisir yang memiliki ciri lebih dinamis, memiliki kekayaan warna-warna dan inovasi penggambaran objek secara naturalis sebagai batik pesisiran batik Lasem memiliki ciri-ciri khas yang memiliki memiliki pola asimetris motif kecil yang mengangkat tema laut pantai nelayan perahu yang dominan bernuansa merah dan biru. Beberapa motif lokal atau biasa disebut isen-isen yang masih bertahan hingga saat ini yakni latohan kricaan atau atap pecah gunung Ringgit cacingan blarak laler miber lingkar bentang Semanggi.
Menurut Edi, dari segi karakter batik Lasem tergolong mempunyai karakter motif tradisional. “Dari karakter batik Lasem itu sendiri cenderung dari hasil kreasi dari pembatik. Contoh, yang motif krecak itu, simbol dahulu Indonesia pernah dipaksa kerja rodi dengan penjajah untuk membuat jalan pos Anyer hingga Panarukan, terus ada motif latohan, sebab di pantai Lasem banyak latoh,” urainya.
Tak hanya dipengaruhi oleh Islam saja, akan tetapi pengaruh Tionghoa pada batik Lasem juga sangat kuat budaya etnis Tionghoa berlatar kepercayaan dan agama yang mempengaruhi dari segi motif corak dan pewarnaan batik Lasem sebagai pemeluk ajaran Konghucu.
Ajaran mereka diekspresikan dalam lukisan batik seperti motif binatang Burung Hong kilin, Naga bersirip, Kupu-Kupu, Kura-Kura, Ayam Hutan, Ikan Mas, Kijang dan lain-lain. Sedangkan motif floranya mengambil dari motif Bunga Seruni, Peony, Magnolia, Sakura, Bambu, serta motif simbolik seperti dewa bermata delapan, uang gulungan, surat kipas, kuil dan lain-lain.
“Keberagaman agama di Lasem salah satunya tertuang di batik. Jadi proses penggabungan warna dan khas motif dari agama Hindu Budha dari Majapahit, Kong Hu Cu dari Tionghoa, dan Islam yang melebur jadi satu,” tandas Edi.
Pemandu Museum Nyah Lasem Bennita Ciu, menceritakan asal muasal warna yang ada di motif kain batik Lasem. Bahan-bahan pewarna batik dari masing-masing daerah terinspirasi oleh tanaman sekitar yang ada. Kalau di daerah Pekalongan karena di situ banyak tanaman indigo, akhirnya mereka memakai tumbuhan tersebut untuk menghasilkan warna biru. Kalau warna merah yang identik dengan etnis Tionghoa beberapa ada yang dihasilkan dari getah mengkudu.
“Sementara warna Sogo atau cokelat dari suku Jawa karena zaman dulu banyak hutan, mereka menggunakan batang pohon dan akar pohon. Akhirnya berwarna cokelat,” kata Bennita, Anggota Komunitas Lasem Heritage Foundation saat menjelaskan perpaduan warna Batik Lawasan Lasem di Museum Nyah Lasem pada, Jumat (25/10/2024).
Menurut Bennita Ciu, motif Batik Lawasan Lasem itu perpaduan dari akulturasi budaya Jawa dan Tiongkok. “Berdasarkan warna, merah dan cokelat, untuk motifnya ada naga dari Tionghoa, watu pecah atau krecak, gunung ringgit inovasi dari gunungan pewayangan, dan masih banyak lagi,” tandas Bennita.
Senada, warga Tionghoa yang juga Pengusaha Batik Pusaka Beruang Lasem Santoso Hartono mengatakan bahwa untuk membuat batik, total ada 21 tahapan.
“Proses pembuatan batik mulai dari potong kain, ngeteli miyak jarak hampir dua minggu, nggirah, memberi warna dasar, ngipati, lengkreng (membatik pada sisi depan), nerusi, nembok, memberi warna merah, nglorot (melepas malam),” terang Koh San, sapaan akrabnya saat diwawancarai NU Online, Senin (28/10/2024) di rumahnya.
Dari penjelasannya di atas, Santoso secara rinci menjelaskan pewarnaan dari warna merah, biru, coklat, dan hijau. “Dimulai dari proses lengkreng merahan, nerusi, nembok, medel (memberi warna biru), bisa langsung di lorot, memberi warna lagi, lengkreng biron, nerusi, nyutiki (menutup warna biru),” kata Koh San.
Selanjutnya, untuk memberi tambahan warna hijau, harus melewati pengulangan. Kalau untuk mewarnai kain batik berwarna hijau, warna biru dibuka diberi warna kuning jadi hijau. Nyutiki, menutup warna hijau (nyogo) memberi warna cokelat, nglorot lepas malam.
Pengamat Batik Lasem Akrom Yuwavfi menjelaskan bahwa batik Lasem tak hanya memiliki nilai akulturasi yang kental, tetapi juga perpaduan lintas daerah.
“Bisa kita lihat dari warna batik empat negeri. Sebelumnya sudah masyhur dikenal masyarakat motif 3 negeri yang merah darah ayam berasal dari Lasem, coklat atau sogan berasal dari Solo, dan Biru dari Pekalongan,” jelas Akrom diwawancarai NU Online, Senin (28/10/2024).
Akrom menyampaikan, ketiga warna tersebut merepresentasikan golongan yang ada di Jawa pada waktu itu. Merah darah merepresentasikan Tionghoa Lasem, coklat (sogan) identik dengan Jawa, biru merepresentasikan Belanda atau Eropa. Hadirlah empat negeri dengan tambahan warna Hijau yang merepresentasikan kaum Muslim (pesantren).
“Sesuai warna yang ada, merah, biru, dan cokelat yang sering digunakan untuk pewarnaan batik, ditambah pula warna hijau yang merepresentasikan kaum Muslim,” ujar Akrom.
*) Liputan ini terbit atas kerja sama NU Online dengan LTN PBNU dan Direktorat Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTKI) Kementerian Agama RI
https://www.nu.or.id/daerah/wujud-akulturasi-antar-etnis-dan-agama-dalam-batik-lasem-fQaGr