Deskripsi Masalah
Sebentar lagi kita akan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan di mana di bulan yang mulia ini kita berkewajiban berpuasa dan semua bentuk amalan pahalanya dilipat gandakan oleh Allah Swt, tidak berhenti di situ saja dalam rangka menyempurnakan ibadah puasa seluruh ummat islam disyariatkan melaksanakan kewajiban berupa zakat fitrah.
Oleh komunitas santri Ramadhan dianggap sebagai bulan liburan panjang, sebagian dari mereka memilih pulang kerumah berkumpul bersama keluarga berpuasa dan berlebaran bersama orang-orang tercinta, sebagian lain ada yang lebih memilih tetap bermukim di pesantren lebih–lebih mereka yang kedapatan nyantri di luar kota, ia lebih memilih tetap bermukim di pondok berpuasa ngaji berjamaah bersama kiai dan hanya pulang minimal 3 tahun sekali. Karena memang sekalipun di masa-masa liburan, seorang santri dirumahnya kebanyakan tidak memiliki kegiatan alias pengangguran. Sehingga mereka lebih memilih untuk tetap di pondok. Namun bagi santri yang lebih memilih pulang, segala kebutuhan sehari-harinya tetap bergantung kepada orang tua bahkan sampai zakat fitrahnya pun biasanya dibayarkan oleh orang tua. Fenomena yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, jarang sekali kita temukan orang tua meminta izin terlebih dahulu atau tanpa sepengetahuan untuk membayarkan zakat fitrah anaknya, baik itu kepada anak yang sedang ada di rumah atau anak yang lebih memilih bermukim di pesantren. Orang tua hanya bilang pada anaknya “cong, kakeh mareh ezekati lah bi’ engkok”.
Pertanyaan
a. Apakah zakat fitrah anak di masa liburan panjang menjadi tanggungan/kewajiban orang tua ?
b. Sahkah zakat fitrah yang dikeluarkan oleh orang tua untuk sang anak tanpa ada pemberitahuan sebelumnya, sebagaimana deskripsi di atas ?
Jawaban
a. Zakat fitrah masih menjadi tanggungan orang tua sebagaimana nafaqah, ketika sang anak di masa liburan tetap sibuk dengan mencari ilmu. Namun jika sang anak sebelum memasuki hari raya, punya harta yang sekira lebih bila digunakan untuk kebutuhan pada malam lebaran dan siang harinya, maka zakat fitrah tidak lagi menjadi kewajiban orang tua, karena sang anak dianggap Ghoni Bil Mal.
Catatan: seorang dapat dianggap isytighal bil ilmi (disibukkan dengan ilmu) dalam bab nafaqah atau bab zakat bila memenuhi kreteria sebagai berikut:
- ilmunya harus berupa ilmu syariat (fiqh hadits tafsir) atau ilmu yang menunjang dalam memahami ilmu syariat (nahwu, sharraf balaghah mantiq dll)
- bisa diharapkan keberhasilannya
- waktunya lebih banyak dihabiskan untuk belajar.
b. Sah, bila kewajiban zakat fitrah masih menjadi tanggungan orang tua. Namun jika kewajiban zakat fitrah tidak lagi menjadi tanggungan orang tua, maka zakatnya dihukumi tidak sah, kecuali ada izin sebelumnya.
Referensi:
https://www.potretsantri.com/2021/05/zakat-fitrah-anak-yang-masih-aktif-di.html