Ziarah Wali Songo: Maqbarah Sunan Muria

Laduni.ID, Jakarta – Muria, adalah dataran tinggi mirip gunung, letaknya tidak jauh dari Kudus hanya beberapa kilometer. Kami shalat magrib di Masjid al-Taqwa persis di kaki Muria. Meski tersesat jalan akibat google map tidak tepat mengarahkan atau barangkali kitanya yang lalai, hingga ke tinggian yang bukan ke Muria. Setelah makan soto Kudus di perempat jalan menuju Muria, akhirnya kami mendarat di full ojek yang siap antar kami ke atas. Kira-kira 2 kilometer ketinggian dari kami menyandarkan kendaraan.

Decak kagum sudah menggelayuti fikiranku, kok bisa Kanjeng Sunan hidup di atas gunung, sudah barang tentu bolak-balik naik turunnya. Dulu abad 16 M moda kendaraan apa yang dipakai? Ataukah jalan kaki. Sekali lagi otak ini gagal mengenali situasi saat itu.

Muria, adalah tempat kediaman Kanjeng Sunan Muria alias Raden Umar Said bin Raden Sahid Sunan Kalijaga, dari atas itulah Sunan Muria berdakwah hingga ke pelosok daerah bersama dua pengawalnya. Menurut penuturan kuncen maqbaroh, bahwa Sunan Muria mempunyai dua pengawal setia yang menemani, yaitu Pangeran Pandak dan Pangeran Cendono yang khusus menyiapkan Pedati yang dijadikan moda transportasi. Pedati atau sama halnya Delman itu telah banyak membantu tugas-tugas dakwah sang sunan.

Pukul 21.15, tepat malam Rabu 23 November 2021 ojek yang kami tumpangi tiba di area maqbaroh, meskipun perasaan was-was khawatir jatuh dari motor karena jalanan menanjak sangat curam dan berkelok, tambah-tambah gerimis hujan tak berhenti. Suhu dingin menusuk karena kabut gunung Muria tebal mengitari area maqbaroh. Untuk shalat Isya pun kaki dan tangan gemetar dingin yang tak tertahankan.

Kami berempat, bersimpuh di paling pojok dekat makam Kanjeng Sunan Muria. Konon di tempat khusus itu banyak penziarah mengalami keanehan, keganjilan atau pengalaman ruhaniyah yang satu penziarah dengan penziarah lainnya merasakan berbeda jika kebetulan duduk ziarah di tempat tersebut, pojok kanan dari pintu masuk. Oleh kawan saya diarahkan bisa duduk di tempat khusus itu, namun para kuncen sigap untuk menyekat tempat khusus tersebut.

“Assalamualaikum ya Kanjeng Sunan Muria,” awal saya ucapakan dan sebagai ta’dhiman wa takriman saya duduk dengan kepala tertunduk, menziarahi sang sunan seperti tengah menghadap beliau. Terasa tenang, damai dan bahagia.

Jasad harum yang terkubur di puncak gunung Muria ini adalah Raden Umar Said bin Raden Syahid bin Raden Sahur Adipati Tuban Wilatikta. Sunan Muria merupakan anak sulung Sunan Kalijaga dari pernikahannya dengan Dewi Sarah, putri Maulana Ishak. Diperkirakan Raden Umar Said lahir tahun 1480 M dengan nama kecilnya adalah Raden Prawoto.

Dalam artikel “Menelusuri Jejak dan Warisan Walisongo” yang terbit di jurnal Wawasan, Wawan Hernawan menuliskan bahwa Raden Umar Said termasuk tokoh penting dalam Kesultanan Demak, beliau jadi penengah di keluarga Demak dari tahun 1518-1530.

Dalam menyebarkan ajaran islam, beliau menyampaikannya dengan cara halus meniru cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Sunan Muria sendiri lebih senang menyebarkan ajaran islam di daerah-daerah terpencil pesisir pantai dan pegunungan.

Metode dakwah yang disampaikan Sunan Muria dengan cara tetap mempertahankan seni dan budaya sebagai alat dakwahnya, sehingga cara ini Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang berdakwah topo ngeli serta beliau dikenal sebagai pribadi yang mampu berbaur dan memecahkan berbagai macam masalah. Beliau juga menciptakan karya seni berupa tembang Jawa yang berjudul Tembang Sinom dan Kinanti.

Fisiknya yang kuat, naik turun gunung Muria adalah sisi lain haibahnya sang Sunan, bisa jadi karomahnya. Sebab jarang orang yang hidup di atas gunung beraktifitas hingga ke daerah terpencil dan itu dilakukan setiap hari.

Kanjeng Sunan Muria wafat tahun 1560 M setelah runtuhnya Demak yang kemudian digantikan dengan kesultanan Pajang dibawah daulat Sultan Hadiwijaya, atau Jaka Tingkir alias mas Karebet bin Ki Ageng Kebo Kenongo.

Pukul 23:17 kami kembali di full ojek, lereng gunung Muria sambil menyeka air mata haru. Jeda dari atas kami pesan kopi hitam ke Mbok Warung sambil menghisap hangatnya rokok Surya. Lima belas menit kemudian, kami melanjutkan perjalanan menuju Tuban.

Lereng Muria, 23 November 21

Oleh: Hamdan Suhaemi, Wakil Ketua PW GP Ansor Banten dan Ketua PW Rijalul Ansor Banten


Editor: Daniel Simatupang

https://www.laduni.id/post/read/73762/ziarah-wali-songo-maqbarah-sunan-muria.html