1 Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Wafat
2 Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Masa Menuntut Ilmu
2.2 Guru-Guru Beliau
2.3 Mengasuh Pesantren
3 Penerus Beliau
3.1 Murid-murid Beliau
4 Jasa, dan Karier
4.1 Jasa-jasa Beliau
4.1.1 Inisiator Pendiri Pagar Nusa
4.1.2 Melestarikan Tradisi Silat Pesantren
4.2 Karier Beliau
1 Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Beliau Lahir di Desa Prambon, Tugu, Trenggalek, Jawa Timur, pada 1948, selepas Pendidikan Guru Agama di kampung halamannya, beliau nyantri di Pesantren Kedunglo, Kediri, selama setahun. Kemudian ke Surabaya melanjutkan pendidikan di Sekolah Persiapan Institut Agama Islam Negeri. Usai sekolah di Surabaya, KH. Suharbillah kembali ke Kedunglo. Baru satu tahun mondok, ayahnya wafat. Beliau pun kemudian pindah ke Surabaya mengikuti abangnya yang menjadi anggota KKO-AL (kini Marinir AL).
1.2 Wafat
KH. Suharbillah wafat pada waktu itu 25 Agustus 2014 tepatnya pada pukul 20.00 di Sedayu, Gresik, Jawa timur. Jenazahnya dimakamkan di TPU Sedayu Gresik.
2.1 Masa Menuntut Ilmu
Selepas Pendidikan Guru Agama di kampung halamannya, beliau nyantri di Pesantren Kedunglo, Kediri, selama setahun. Kemudian ke Surabaya melanjutkan pendidikan di Sekolah Persiapan Institut Agama Islam Negeri. Usai sekolah di Surabaya, KH. Suharbillah kembali ke Kedunglo. Baru satu tahun mondok, ayahnya wafat. Beliau pun kemudian pindah ke Surabaya. Di Surabaya, meski kuliah di IAIN, beliau ingin tetap tinggal dan mengaji di pesantren. Maka beliau pun memilih Pesantren Sidoresmo lebih dikenal dengan sebutan Pesantren Dresmo untuk nyantri. “Alhamdulillah, kok kerasan sampai sekarang. Bahkan saya masih punya kamar di asrama putra, yang saya tempati sejak pertama kali nyantri,” kenang KH. Suharbillah.
Ketika KH. Suharbillah mulai nyantri, Pesantren Dresmo diasuh oleh KH. Mas Muhajir, cicit sang pendiri. Dari kiai yang alim dan wara’ itu, KH. Suharbillah merasa ikut kecipratan berkahnya. “Dulu saya pernah sowan minta ijazah ini-itu tetapi selalu ditolak,” kenang KH. Suharbillah. “Waktu itu beliau cuma bilang, ‘Gampang, sampeyan niku tanggungan kula.’ (Gampang, Anda itu tanggungan saya). Alhamdulillah, hingga kini setiap kali menghadapi masalah berat, saya selalu mengirim surah Al-Fatihah dan bertawasul kepada Allah SWT melalui beliau, dan Allah pun selalu membukakan jalan.”
2.2 Guru-Guru Beliau
Guru-guru KH. Suharbillah saat menuntut ilmu
- KH. Mas Muhajir
- KH. Maksum Djauhari (Gus Maksum)
2.3 Mengajar di Pesantren
Tanpa terasa, sudah 37 tahun KH. Suharbillah mengabdi di pesantren yang didirikan oleh Sayid Ali Ashghar, putra Sayid Sulaiman Bethek, Mojoagung, Mojokerto. Bahkan selama 35 tahun beliau dipercaya sebagai kepala sekolah. Belakangan beliau juga ditugasi sebagai koordinator kepala sekolah di lingkungan Yayasan An-Najiyyah.
3.1 Murid-murid Beliau
Murid-murid beliau yang menjadi santrinya saat mengajarkan ilmunya:
- Murid-murid beliau para santri di pesantren SidoresmoSurabaya
- Muri-murid di Yayasan An-Najiyyah Surabaya
- Murid-murid beliau para pesilat Pagar Nusa
4.1 Jasa Beliau
4.1.1 Inisiator Pendiri Pagar Nusa
KH Suharbillah tercatat sebagai salah seorang pendiri Pagar Nusa, bahkan ia adalah sang inisiator. Tahun 1985, beliau menemui KH Mustofa Bisri dari Rembang dan menceritakan keinginan para pendekar untuk membentuk organisasi. Keduanya lalu bertemu dengan KH. Agus Maksum Jauhari dari Pesantren Lirboyo Kediri yang memang sudah masyhur di bidang beladiri.
Persaudaraan antar Pagar Nusa Artinya persaudaraan tanpa membedakan aliran dan perguruan silat, di Pagar Nusa dikenal dengan istilah Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda tapi tetap satu juga berbeda aliran tapi tetap dalam satu ikatan pagar nusa.
Sejarah berdirinya Pagar Nusa, pada tanggal 27 September 1985 M bertepatan tanggal 12 Muharrom 1406 H berkumpulah para kiai dan pendekar di pondok pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur, untuk membentuk suatu wadah di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU) yang khusus mengurus pencak silat. Musyawarah tersebut dihadiri tokoh-tokoh pencak silat dari daerah Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, serta Cirebon, bahkan dari pulau Kalimantan pun datang.
Musyawarah berikutnya diadakan pada tanggal 3 Januari 1986, di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, tempat berdiam Gus Maksum. Musyawarah ini menyepakati susunan Pengurus Harian Jawa Timur yang merupakan embrio Pengurus Pusat. Gus Maksum dipilih sebagai ketua umumnya. Nama organisasi yang disepakati dalam musyawarah tersebut adalah lkatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPS-NU yang kemudian sekarang menjadi PSNU. Ketua PWNU Jawa Timur KH. Anas Thohir kemudian mengusulkan nama Pagar Nusa. Nama “Pagar Nusa” berasal dan KH. Mujib Ridlwan dari Surabaya, putra dari KH. Ridlwan Abdullah, pencipta lambang NU, “Pagar Nusa” yang merupakan kepanjangan dari Pagarnya NU dan Bangsa.
KH. Suharbillah mengusulkan lambang untuk Pagar Nusa, yaitu segi lima yang berwarna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya. Di depannya terdapat pita bertuliskan “Laa ghaliba illa billah” yang artinya ”tiada yang menang kecuali mendapat pertolongan dari Allah”. Lambang ini dilengkapi dengan bintang sembilan dan trisula sebagai simbol pencak silat. Sedangkan kalimat ”Laa ghaliba illa billah” merupakan usul dari KH. Sansuri Badawi untuk mengganti kalimat sebelumnya, yaitu ”Laa ghaliba ilallah”. Untuk membentuk susunan pengurus tingkat nasional, PBNU di Jakarta membuat surat pengantar kesediaan ditunjuk menjadi pengurus.Pengukuhan dilakukan oleh Rais Aam KH. Achmad Siddiq dan Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid.
4.1.2 Melestarikan Tradisi Silat Pesantren
Beliau dikenal sebagai kiai dan pendekar pencak silat. Supaya lebih kuat, ilmu bela diri itu harus dilengkapi dengan ilmu batin, berupa tirakat, doa, dan berbagai wirid.
Maraknya fenomena supranatural pada awal 2004, yang juga ditunjang oleh media massa rupanya cukup menggelisahkan kalangan ulama pesantren. Bukan hanya karena penggunaan idiom-idiom keagamaan untuk memamerkan kemampuan supranatural, tapi juga kekhawatiran akan ekses negatif yang merusak mentalitas dan akidah umat.
Yang paling gerah tentu saja para kiai, yang kebetulan bersentuhan langsung dengan bidang supranatural yang dalam bahasa agama disebut ilmu hikmah. Salah seorang di antaranya ialah KH. Suharbillah, pengajar di Pondok Pesantren Sidoresmo, Surabaya, yang juga guru besar pemimpin Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa, yang bernaung di bawah panji-panji Nahdlatul Ulama.
Menurut pendekar pencak silat yang bertubuh tegap, tinggi besar, dan bercambang lebat itu, maraknya bisnis ilmu hikmah di zaman modern sekarang ini tidak terlepas dari budaya serba instan di masyarakat. “Sekarang ini masyarakat kan maunya serba praktis dan instan. Ingin mempunyai kekuatan dan kemampuan, tapi tidak mau belajar dan bersusah payah,” katanya.
Gara-gara kecenderungan itu, kata KH. Suharbillah, munculah orang-orang yang mengaku bisa mentransfer kekuatan gaib, tentu dengan imbalan uang, sehingga seseorang bisa mendadak sakti. Untuk melengkapi daya pikat, mereka menggunakan nama diri aneh-aneh. Ada yang pakai Ki atau Romo, ada pula yang pakai Gus, padahal dia bukan putra seorang kiai. Dalam tradisi pesantren, putra seorang kiai biasanya memang dipanggil Gus.
“Parahnya, ilmu yang disenangi masyarakat biasanya justru yang aneh-aneh dan rada gendheng (agak gila). Apalagi biasanya pembelajarannya sepotong-sepotong. Ini berbahaya. Sebab, pengajaran instan itu biasanya tidak dilengkapi dengan ilmu tauhid dan akhlak, hingga rentan terhadap munculnya kemusyrikan, karena salah niat. Juga karena mengultuskan sesuatu, dan karena kesombongan,” tambahnya.
4.2 Karier Beliau
- KH. Suharbillah pernah menjabat Ketua Umum Pagar Nusa periode kedua setelah kepemimpinan Gus Maksum Jauhari.
- Menjadi Pengasuh di pesantren
- Kepala sekolah di Yayasan An Najiyah Surabaya
https://pagarnusa.online/biografi-kh-dr-suharbillah-pendiri-pagar-nusa/
https://www.laduni.id/post/read/73399/biografi-kh-suharbillah.html